Selamat malam,
jika saat ini saya memiliki senggang waktu untuk mengepost sesuatu ke dalam
blog ini, maka itulah pertanda jika saat ini memang ingin saya untuk berbagi cerita
apapun yang ingin saya ceritakan, di saat waktu ku memang sedang senggang.
Seminggu sudah
saya lewati dunia perkuliahan semester
enam ini, sejauh ini baik-baik saja. Belum ada kendala dan kesulitan yang bisa
saya kategorikan lebay. Entahlah, semester enam ini rasanya ingin dilalui
dengan senang hati, agar semua bisa dilalui dengan hati yang suka cita. Tugas? Saya
rasa itu biasa, malah sepertinya aneh jika dosen tidak memberi tugas (tapi
tugasny jangan lebay ya Pak, Bu, hehe)
Blogger semuanya,
entah kenapa seminggu ini saya takut, saya takut mati. Kabar kematian yang
banyak saya dengar selama seminggu ini sungguh membuat saya takut. Saya juga
tahu kalo seminggu yang lalu, dan full selama seminggu ini, seluruh
infotainment di seluruh penjuru Indonesia non stop memberitakan berita duka kematian
public figure itu yang secara mendadak, agak bosan sih sama beritanya yang
selalu itu, tapi saya akui memang kabar itu sangat mengejutkan, ya saya yakin
karena almarhum adalah sosok yang sangat bersahaja, sehingga semua orang
menangisi kepergian nya. Saya takut, jika
Tuhan sudah berkehendak, maka siapapun bisa mati detik ini juga, jika sudah
sampai janji Tuhan, maka tidak ada satupun yang bisa mengingkarinya. Sakit atau
sehat, tua atau muda, baik atau jahat, jika memang sudah waktunya, semua sudah
usai.
Belum sempat
berita kematian menghilang dari dunia pertelevisian, entah pada malam apa itu,
saya bermimpi tentang kematian lagi, sahabat saya yang belum sempat saya temui
liburan kemarin, saya mimpi dia meninggal. Saya takut ya Tuhan, saya sangat menyesal,
bangun dari tidur, saya berpeluh, saya ingat bowo. Saya segera kirim doa untuk
bowo. Lagi-lagi saya ingat mati. Belum sempat saya lupa dengan bayang-bayang
kematian itu (emang lebay sih bahasanya, tapi emang belakangan saya jadi
membayangkan kematian, hehe), tanggal sembilan febuari yang lalu, saya
mendengar kabar sesosok teman yang menghembuskan nafas terakhirnya pada hari
itu, Fabil. Teman yang dulu sempat jadi teman kecil saya, teman bermain saya,
teman yang cukup dekat walau Cuma sekitar tiga tahun. saya kaget, Fabil yang
saya kenal sebagai sosok yang dingin, ternyata harus pergi dengan cepat.
Belum sempat
berakhir saya melihat beranda saya di akun jejaring sosial itu yang menulis
status turut berduka tentang kepergian sang teman itu, saya sudah diingatkan
lagi dengan kematian, saya menonton film yang juga bercerita bagaiman bersiap
menerima kenayataan bahwa hidup kita divonis tidak akan lama lagi. bagaimana
rasanya menghadapi kematian itu? seberapa takutnya kita ketika melihat malaikat
Izrail bersiap mencabut roh dari raga kita? Bagaimanan kita bisa siap untuk
menyaksikan orang-orang yang kita sayangi menangisi kepergian kita? Ya Allah,
hamba takut.
Saya ingat
selalu pesan mama, “nina, selalu ingat
sholat, nina harus selalu ingat mati, karena detik kapanpun juga, kita harus
siap”.
Saya benar-benar
takut, saya benar-benar membayangkan kapan saya mati, kapan dia mati, kapan
mereka mati, saya harus siap, harus siap, hanya amal lah modal kita, hanya iman
lah modal kita, Ya Allah saya takut.
Berita Adji
Massaid yang meninggal secara mendadak, mimpi alez meninggal, cerita film
tentang perjuangan Kate melawan sakitnya sampai pada saatnya ia meninggal, dan
sampai pada kabar Fabil meninggal, membuat saya kembali sadar bahwa saya
benar-benar kecil, benar-benar tak berarti di mata Tuhan, di mata Allah. Saya ingat
dulu seorang mentor berkata kepada saya bahwa mati adalah bukan mati, tapi mati
adalah lahir, dimana kehidupan yang sebenarnya baru akan dimulai. Kita semua
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi sesudah mati. Ya Allah, tuntunlah Hamba
untuk selalu senantiasa berada di jalan yang lurus dan benar ya Allah. Amin.
Kabar Fabil
begitu mengagetkan saya. Saya tidak pernah ingat kapan terakhir saya berjumpa
dengan Fabil, mungkin dulu SMP. Sepertinya setelah itu saya tidak pernah lagi
bertemu dengannya. Hanya saja Fabil, bagaimanapun saya pernah dekat dengannya
waktu kelas satu sampai kelas tiga sekolah dasar itu, hingga sesudahnya saya
harus pindah sekolah. Mendadak saya mengenang bagaimana saya dulu sering
bermain sepeda dengannya, mendadak saya mengenang bagaimana saya sering singgah
dirumah neneknya yang dekat dengan rumahku pada waktu itu, rumah neneknya yang
lumayan mewah menurut saya pada waktu itu sehingga membuat saya senang
berlama-lama disana. Hingga pada saya
pindah sekolah, sehingga masa-masa itu berlalu begitu saja. Hingga saya dan
fabil bertemu lagi di SMP, namun sayang, masa-masa seperti waktu itu tidak
berlaku lagi, saya dan fabil jauh, bahkan tidak selalu saling menyapa. Sampai SMA
yang berbeda dan sampai hingga dia pergi saya tidak pernah lagi bertemu
dengannya.
Saya ingat fabil,
masa kita dulu, mungkin fabil lupa, tapi saya tidak pernah melupakannya, Fabil,
Resha, Andika, Tony, Danil. Haha, bahkan saya ingat sekali bahwa saya adalah
orang yang paling cantik diantara kalian.
Danil, saya ingat
dulu dia selalu membagi kue natal nya untuk kami, dan selalu menunggu kami
ketika pelajaran TPA dimulai, mengusili saya dengan kalajengking mininya,
mengajak saya bermain sampai pada pohon beringin besar yang letaknya sangat
jauh dari rumahku. Sosoknya yang lincah membuat saya tidak lupa dengannya. Saya
dan danil, ternyata bersekolah di SMP yang sama, namun Danil hanya menyapa saya
satu kali pada massa MOS SMP dulu, setelah itu, bisa dibilang tidak pernah
saling menyapa lagi, bahkan ketika Danil menjadi ketua OSIS di SMP dulu, saya
tidak member selamat kepadanya. Saya tidak tahu Danil meneruskan SMA dimana,
dan sepertinya dia bekerja sekarang. Saya berterimakasih kepada jejaring sosial
itu yang telah membuatku mengetahui kabar danil sekarang.
Resha, saya
ingat dulu dia adalah sosok yang paling cerewet menurut saya, bahkan melebihi
kecerewetan saya sebagai makhluk hawa. Mukanya yang imut dulu membuat saya juga
tidak lupa dengan resha. Kebawelan dan kemanjaan nya membuat saya juga tidak
lupa dengannya, resha juga yang dulu berlarian dengan saya sehingga saya jatuh
terjerembab dan meninggalkan bekas luka di lutut yang sampai sekarang masih
ada. Setelah pindah sekolah ketika kelas 4, saya tidak pernah bertemu lagi dengannya,
kabar yang saya dapat ketika SMP adalah ternyata resha juga pindah seperti
saya. Entah berapa lama saya harus menghabiskan waktu untuk mencari mencari
akun jejaring sosial itu dengan nama “resha” yang notabene ada ribuan “resha”
yang terdaftar, dan saya lupa nama lengkapnya. hanya dengan modal mukanya yang
ingat waktu saya kecil dulu (yang saya yakin anda juga tahu bahwa muka kecil
dulu akan sangat berbeda dengan muka yang sekarang). Namun, usaha saya tidak
sia-sia, akun dengan nama “resha aditya pratama” berhasil saya temui, mukanya
yang agak2 mirip dengan ingatan saya waktu kecil dulu membuat saya yakin bahwa
itu resha, Ya Tuhan betapa begonya saya yang sok deket mencoba ngirim message
ke dia. Dan ternyata benar! Dia resha yang saya cari, namun dia lupa dengan
saya, sepertinya ingatan dia terhadap saya kurang kuat. Dia Cuma ingat dengan
andika, bahkan sama yang lain juga lupa. Setidaknya, saya bisa tahu kabarnya
sekarang, ternyata resha pindah ke Tangerang, dan sekarang dia di STAN.
Tony.
Saya pun lupa siapa nama lengkapnya, Tony sepertinya sosok yang tidak terlalu
banyak tingkah pada waktu itu. saya pun sempat mencari tony lewat situs
jejaring sosial itu, namun sampai sekarang belum ketemu, ingatan saya tentang
muka toni pun tidak terlalu kuat. manusia yang bernama Tony sangat bejibun! Ohhh…
Andika.
Sosok yang satu ini sangat ingin saya tahu kabarnya sekarang. Sosok yang satu
ini bisa dibilang cukup dekat denganku waktu itu. wah, entah bagaimana sosok
saya dan sosoknya waktu kecil dulu, yang saya selalu ingat adalah, Andika
selalu menjabat sebagai ketua kelas dari kelas satu sampai kelas tiga, dan saya
selama kelas dua dan tiga duduk sebangku dengannya. Sosok Andika yang menurut
saya adalah sosok anak yang benar-benar baik, sosok yang bersih, sosok yang
rapi, sosok yang pendiem tapi cool, sosok yang ganteng (haha, bahkan dengan
usia sekecil itu saya sudah mengidolakan sosok andika), sosok yang pintar,
bahkan saya yang waktu itu Cuma mampu meraih peringkat 10, andika mampu meraih
peringkat empat. Saya yang dulu pernah menangis karena jatuh berdarah ketika
berlari dengan resha, saya ingat Andika
lah yang menenangkan saya, bahkan ketika buku latihan saya dulu ketinggalan,
Andika Andika dengan senang hati memberikan buku kosong yang selalu dia bawa
untuk cadangan, dia berikan untuk saya, saya juga ingat ketika Andika sempat
mengalami kecelakaan sehingga kakinga pincang dan lecet di mukanya sehingga
setiap hari dia selalu membawa obat dan di antar jemput oleh papanya, saya
waktu itu turut sedih. Sosok pahlwan lah waktu itu (haha, bahkan umur saya
masih 8 tahun waktu itu), sejak saya pindah sekolah, saya tidak pernah lagi
bertemu dengannya. Yang saya dengar dari teman juga waktu di SMP, dia bilang
kelas 5 Andika pindah ke Bandung. Ahh, saya tidak pernah menyangka ternyata
Andika dan Resha ternyata pindah ke luar kota. dimana dia sekarang? Kali ini,
saya ingat nama lengkapnya Andika Pratama, dan muka yang masih saya ingat jelas,
namun ketika saya mencari nama lengkapnya di situs jejaring sosial itu, nama
dengan “andika pratama” ada ribuan orang, oh God! Muka Andika yang saya kenal
belum saya temukan di antara nama-nama tersebut. Andikaaaaa!!!!
Fabil, yang
sudah mendahului kami semua, walaupun waktu dan kenangan saya bersama Fabil
sangat singkat, namun saya tetap punya cerita dengan Fabil, selamat jalan
Fabil, semoga Fabil tenang dan bahagia di alam akhirat sana. Amin.
Waktu pasti
berlalu, waktu boleh berlalu, lahir dan mati itu sudah kodrat manusia. Yang menjadi
derajat adalah bagaimana kita menjalankan proses dari lahir hingga mati itu
dengan menjadi makhluk yang bisa bersahaja, makhluk yang tidak serakah dengan
duniawi, makhluk yang siap menjadi penghuni surgawi, dengan proses hidup yang
penuh dengan warna, warna putih yang kita dapat sedari lahir, semoga kita
warnai dengan warna-warna yang terang dan cerah. Kenangan itu bisa menjadi
cerita, harapan itu juga menjadi akan menjadi cerita. Dan semoga kenangan dan
harapan itu bisa menjadi lentera kita untuk lebih siap!
“Saat duka
bersama, tawa bersama, berpacu dalam prestasi hal yang biasa, satu persatu
memori terekam, Di dalam api semangat yang tak mudah padam, Ku yakin kau pasti
sama dengan diriku, Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu. Kawan kau tahu,
kawan kau tahu kan? Beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan”
“Bergegaslah
kawan tuk sambut masa depan, Tetap berpegang tangan, saling berpelukan, Berikan
senyuman tuk sebuah perpisahan, Kenanglah sahabat, kita untuk slamanya”
-Bondan.