pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Senin, 18 April 2011

Inilah Jakarta, bung!

Now listening, MLTR 25 MINUTES.
Denger lagu ini saya ingat jaman SD, zamannya udah ngerti pacaran tapi belom ngerti cinta-cintaan (apa bedanya? Haha).

Capek, diluar panas banget. Rumit.
Bahkan info yang saya dapat dari twitter, suhu Jakarta hari ini mencapai 40 derajat. Gila!
Ampuni hamba ya Allah, setengah jam ini saya mau mendinginkan badan dulu sebelum sholat ashar.

Saya semakin sadar, saya ini sudah menempuh enam semester kuliah, semester depan udah mau skripsi, semester ini semester nya magang.
Magang? Oh ya, itu dia. Kedengarannya agak lebay sih, tapi jujur mata kuliah ini cukup menyita pikiran saya.

Sebulan ini saya udah disibukkan sama peng-apply-an magang, di kampus bolak balik gedung F buat minta surat pengantar  magang, bolak balik stasiun juanda, bolak balik menkeu dan menlu, bolak balik depok Jakarta. Bolak balik naik kereta. Bukan mengeluh Tuhan, tapi hanya coba mengerti begini rasanya berjuang di Jakarta.
Salut. Hebat. Jakarta yang menurut saya adalah kota yang parah. Wajar aja kalo Jakarta dinobatkan jadi kota terburuk nomor empat di dunia. Tapi, orang-orang itu bisa bertahan hidup di Jakarta, bahkan saya pun mungkin calon generasi penerus mereka yang akan hidup di Jakarta nantinya (mungkin).

Mulai dari urusan makan dan cari duit sampai ke urusan makan dan cari duit lagi. mulai dari matahari mau terbit di hari ini sampai ke matahari mau terbit lagi esok harinya.

Pagi-pagi saya melangkahkan kaki ke stasiun UI, ke arah loket. “Pak, kereta ke Kota jam berapa pak?”
kalo yang ekonomi datengnya bentar lagi, kalo ekonomi AC satu ½ jam lagi”
Saya menelan ludah. Menghela nafas. Baiklah naik ekonomi saja, daripada kesiangan.

“perhatikan satu dari jalur selatan satu rangkaian KRL ekonomi tujuan kota” suara dari pengeras suara petugas stasiun pertanda kereta datang.

Ya Tuhaaan, saya benci pemandangan itu. Udah kayak kepompong aja begantung-gantung begitu. Yang di dalam saya rasa udah siap jadi kerupuk manusia atau bisa dibilang manusia asin pengganti ikan asin.
Kereta ekonomi yang barusan tiba penuh dengan manusia didalamnya, sumpek.padat.stuck. ga bisa bergerak sepertinya.
Saking penuhnya, manusia yang lain sampai bergelantungan di pintu kereta, atau duduk di atas atap kereta. Udah bosan hidup kayaknya. Atau justru seperti itulah yang mereka namakan dengan bertahan hidup. Parah.


KRL Ekonomi Jabodetabek

Saya berubah pikiran untuk ikut naik. Baiklah, saya akan menunggu kereta ekonomi AC saja satu setengah jam lagi.
Tiket kereta ekonomi yang sudah saya genggam dari tadi saya buang. Saya kembali ke loket. Ekonomi AC Rp.5.500. Saya kembali berpikir apakah dengan harga tiket Rp.1.500 sesuai dengan kondisi yang kita dapat di kereta ekonomi.
Kereta ekonomi AC, lebih baik dari kereta ekonomi biasa. Lebih manusiawi menurut saya. walaupun di dalamnya tetap saja berdesakan dan lebih pantas disebut kereta ekonomi kipas angiin, bukan kereta ekonomi AC.
Saya memilih naik di gerbong terakhir, gerbong khusus wanita. Saya beruntung. Masih dapat tempat duduk.


Sekeliling saya, semuanya wanita. Karena memang gerbong khusus wanita. Setidaknya aroma yang saya cium di dalam gerbong ini lebih sejuk karena tidak ada aroma laki-laki.
Ada yang tidur, ada yang ngobrol, ada yang diam saja, termasuk saya.
Stasiun demi stasiun, penumpang semakin banyak. Dan semakin terdesak.

“penumpang yang terhormat, KRL sebentar lagi akan tiba di stasiun gambir, kepada penumpang yang akan turun harap bersiap-siap di dekat pintu kereta”

Wah, sudah sampai gambir. Satu stasiun lagi saya akan sampai.
Setelah gambir, adalah stasiun Djuanda. Stasiun tempat saya akan turun.

Oke. Saya sampai. Next destination : Gedung Kementerian Luar Negeri RI.
Abang bajaj jadi harapan.  Oke baiklah, ada dua jenis bajaj disini, bajaj nungging (menurut saya), yang satu lagi bajaj BBG. Bajaj nungging itu sepertinya bajaj jaman dulu, yang bentuknya nungging, dan saya udah kebayang berisik suaranya dan asap yang bakal dia keluarin, mungkin jika saya berada di dalam bajaj itu selama dua jam, bisa mati keracunan asapnya. Oke, kita naik bajaj BBG, lebih elit dan lebih tenteram. Harga sama saja.

Kementerian Luar Negeri RI. 


Gedungnya membuat saya kagum, masuk ke gedungnya, melihat orang-orang yang kerja disini membuat saya mupeng, muka-muka pegawai nya yang tenang dan bersih, menandakan mereka semua hidup dengan makmur dan tenteram, walaupun sebenarnya ada beban kerja yang mereka tanggung. Sesekali saya melihat muka-muka bule.  Setelah dioper sana-sini, berkas magang saya akhirnya diterima dan hasilnya masih dua minggu lalu. Ya ampun, pengen banget bisa jadi bagian Kemenlu RI.

Next destination : Kementerian Keuangan RI. By sikil (jalan kaki).


Gedung Kementerian ini lebih mengagumkan lagi. keren banget.
Semakin tergiur. Muka-muka orang yang ada di dalam gedung ini serupa dengan yang ada di Kemenlu, tenang dan bersih-bersih semua. Namun, yang disini lebih terlihat lebih ramah dari yang ada di Kemenlu.
Berkas udah saya masukin juga. Hasilnya minggu depan juga. Baik. tinggal berdoa. Semoga diterima.

Next destination: Kementerian Dalam Negeri RI. By bajaj again.
Oh Tidak, mulai dari satpam, sampai orang-orang ke dalam. Sangat jauh berbeda dari menkeu dan menlu. Orang-orang disini seperti tidak menghargai diri mereka sendiri. Gedung yang biasa saja, ditambah lagi dengan aroma rokok, aroma tidak enak(maaf: bangkai dan ikan) seperti pasar. Sejauh mata memandang, pegawai yang tersorot oleh mata saya hanya duduk-duduk dan ngobrol-ngobrol sambil terus mengisap rokok di tangan mereka. Ada yang teriak-teriak, ada yang benerin atap dengan berseragam. Pelayanan yang saya dapat pun tidak sesegan dan sehormat ketika saya ada Kementerian sebelumnya. Saya seperti bola, dioper-oper oleh pemainnya, trus pas udah mau nyampe gawang, saya ditendang ke luar lapangan. 

Saya sedih. Miris. Instansi penyelenggara negara ini sangat memalukan. Saya pikir ini adalah secuil dari kegagalan pemerintah negara saya tercinta ini. Oke. Instansi ini saya blacklist.

Hari sudah sore. Saya berjalan ke stasiun Djuanda, bersiap menunggu kereta ke Depok. Waktu menunjukkan pukul 16.00, dan ini bertepatan dengan jam pulang kerja. Saya harus siap mental lagi.
Saya menyusuri tepi jalan menuju stasiun tersebut, sebuah busway melintas, pemandangan itu lagi. penumpang menumpuk di dalamnya.

Stasiun Djuanda. Sore hari.
Orang-orang berlarian ke loket agar jangan sampai ketinggalan kereta.
Mereka yang berlari itu berparas usia paruh baya, tidak lagi muda seperti saya. dengan usia segitu, pulang kerja pun harus mereka lalui dengan berlari-lari. 

Kereta saya datang pukul 17.33, itu artinya saya harus menunggu satu setengah jam lagi.
Saya duduk di peron. Memperhatikan kereta dan orang yang lalu lalang.
Muka mereka semua lusuh, lelah, termasuk saya.
Lelah dengan beban di kantor, belum lagi jika di rumah masih banyak urusan. Perjalanan pulang pergi kerja seperti ini yang mereka lalui, apabila mereka masih dapat bahagia, saya salut.

Kereta saya datang. Seperti biasa, saya pilih gerbong khusus wanita.
Kereta sudah penuh, kali ini saya harus berdiri. Oke baiklah, berdiri sampai Depok.
Pemandangan kali ini, banyak orang yang tertidur, dalam keadaan berdiri sekalipun. Oh Tuhan, mereka pasti sangat lelah.


Semakin lama kereta semakin sumpek. Setengah tujuh malam saya sampai stasiun pondok Cina.

Saya semakin berpikir, jika saya sudah kerja nanti, dan dapat rezeki di Jakarta, apakah model hidup seperti ini juga yang akan saya alami nanti. 

Dulu, sebelum saya berangkat kuliah ke Jakarta, bibi saya menitip pesan “kamu hati-hati di Jakarta,  Jakarta itu kejam, individualis”.

Depok-Jakarta April 2011.

Artis Instan (tanpa bahan pengawet)

Polisi.

Kalo denger kata itu saya jadi inget papa, jadi inget kak epol.
Tapi, belakangan ini bukan mereka berdua yang saya inget, saya jadi inget india, saya jadi inget joged.

Ya, polisi berjoget, tapi bukan papa atau kak epol yang saya bayangin lagi joged, haha.
Itu briptu norman. Ya, blog saya ga mau kalah pamor sama TV dong, yang setiap detik menit selalu nebengin muka si norman.
Briptu norman, pangkatnya sama kayak pangkat kak epol.
Sumpah, india abis.

“chaiya chaiya chaiya” tentu aja disertain sama joged goyang kepala dan bahunya itu, sama goyang yang menurut saya adalah goyang mukulin kayu ke tanah”.
Kalo kata temen saya, jogednya briptu norman itu adalah kombinasi dari joged india dan senam komandi polisi (bener juga ya..)

Haha, selamat ya briptu norman sekarang udah jadi artis instan jebolan youtobe.
Pesen saya cuma satu bang, kalo ada penjahat ditangkep ya, jangan diajak jogged india ya..haha.

Kondangan

Minggu pagi.

Kosan udah heboh dari seminggu yang lalu karena ada undangan pernikahan yang datang dengan tulisan “Kepada: Full House”.

Wah, undangan pernikahan pertama yang dateng ke kita dengan nama begitu.

“waah, minggu depan kita kondangan bareeeng”
“aduh, gue pake baju apaa yaaa?”
“aduh, gue harus beli sepatu baru niih”
“eh, iya, gue udah lama ga dandan nihh”

Sayangnya saya ga bisa ikut kehebohan mereka. Mama saya datang jauh-jauh dari Palembang, trus akhir pekan saya harus hijrah ke Bandung buat nemenin mama jalan-jalan.
Tapi, tetap saja saya bisa ngebayangin kehebohan mereka di minggu pagi itu.
Yang nikah adalah Ade, temen kita pas di asrama dulu.

Akad nikah nya jam 8 pagi. Berhubung katanya doa pas akad nikah adalah doa yang akan dikabulkan, maka mereka sepakat buat hadir di akad nikah nya, walaupun bela-belain bangun pagi di hari libur gini.

Suasana kosan lagi carut marut. Kamar mandi cuma ada dua, dan yang satu kerannya lagi rusak, jadi mandinya harus ngantri, belom lagi yang piket harus ngebabu dulu, nyapu sana sini, ngepel sana sini, masak nasi dan lalala nya.

Saya bisa ngebayangin ribetnya mereka. Sayang sekali saya melewatkan momen itu.
Keribetan belum nyampe situ aja. Pagi-pagi udah dandan, trus pada saatnya pamer sandal high heel dong. Haha.

Cuma sayangnya, kenapa perginya harus naik angkot. Haha. Maklum buk, anak kosan belum punya supir pribadi buat nganterin kondangan rame-rame gini, jadi angkot adalah satu-satunya pilihan yang tepat.
Lokasi pernikahan di Jakarta yang notabene lumayan jauh dari Depok, dan ga tau rumahnya dimana, jadi anak kosan cuma ngandelin janur kuning di setiap pinggir jalan sambil ngeliatin nama yang nempel di janur kuning itu : Ade dan Rauf.

“eh, itu ada janur kuning tuh”
“bang, pelanin angkotnya bang, mau liat namanya bang!”
“eh, bukan, itu nana dan rudi”
“jalan lagi bang, bukan disini tempatnya”
“eh, ada janur lagi tuh bang, pelanin lagi bang”
“eh bukan lagi bang, yang ini rini sama doni”
Haha, saya rasa itu supir angkot sejak saat itu resmi jadi supir pribadi mereka, serasa angkot pribadi.
“eh, itu tuh, janur lagi, pelan-pelan bang!”
“eh, iya bener! Stop bang!”
Akhirnya nyampe juga.

Akad nikah segera dimulai.
Ade kelihatan cantik dengan kebaya yang dia pake, calon suaminya juga kelihatan gagah.
Ade resmi menjadi istri nya Rauf.
Selamat ya Ade, semoga hidup yang baru dtempuh bersama suami bisa mawaddah warohmah.

NB: kapan ya saya nyusul? Haha…

Intinya : Mimpilah!

Kamis. UTS mata kuliah hukum administrasi negara.

Hari ini jadwal UTS terakhir semester ini, tapi anak-anak kelas sepertinya gak bahagia, setidaknya itu yang saya rasakan. Tugas takehome mata kuliah horror masih belum tuntas. Seperti biasa, setelah keluar kelas, semua orang pada rame ngebahas soal ujian tadi, saya udah gak bersemangat, apapun yang akan terjadi, terjadilah, pikir saya. Yang jelas tangan saya udah pegal dari tadi nulis analisis ga berenti-berenti.
Saya ngeliat muka geng saya, hebringers, udah pada bête.

Seperti biasa, kelar ujian, sepertinya otak sama perut udah carut marut ya buuk, udah waktunya buat di charge. Ayo kita makaan.
Hari ini kita jadi mahasiswa rajin. Kelar makan kita memutuskan untuk ke perpus pusat kampus. Cari buku buat ujian takehome mata kuliah horror itu. Perpus nya agak jauh dari kampus fakultas, dan bukan jalur bikun, jadi mau ga mau harus jalan. Abis makan, matahari terik, langsung dibawa jalan, saya rasa nyampe perpus pusat perut udah laper lagi. haha.

Nyampe perpus pusat. Saya dan hebringers, ups, sepertinya anggota hebringers harus dikenalin satu persatu. Ada saya, dea, afrin, feby, taya, sama inas.
Perpus pusat UI yang ini berlantai empat. Namun mei tahun ini, perpus nya bakal punya gedung baru yang sekarang bangunannya udah slesai. Perpus yang baru berlantai delapan, yang katanya perpus terbesar se-Asia Tenggara (katanya lhoo..)


Perpustakaan Pusat lama


 perpustakaan baru 

Ada kejadian memalukan. Jadi gini, dari kita berenam, cuma saya yang rajin ke perpus ini dan Cuma saya yang udah daftar jadi anggota (haha, pamer) tapi bener lhoo, apalagi jaman semester awal dulu, saya rajin banget ke perpus pusat kampus nyari buku referensi buat tugas, walaupun ada perpus fakultas.

Dan kelima teman saya yang lain, dua orang belum pernah sama sekali ke perpus ini, sisanya pernah dateng ke perpus ini, tapi belum pernah minjem buku. (haha sama aja). So, berhubung cuma saya yang agak rajin ke perpus ini, maka sayalah yang dijadikan tourguide nya. Mereka berlima bahkan belum punya kartu anggota perpus nya. (menurut saya ini parah, udah tiga tahun kuliah di kampus ini, belum terdaftar jadi anggota perpus nya, red: jangan ditiru ya teman2)

Masuk. Lobby lantai satu. Dea nyeletuk “waah, gini ya bentuk perpusnya?”
haha, saya berasa lagi nganterin anak-anak SMA yang lagi kunjungan ke kampus.
Lantai dua. Lobby pendaftaran keanggotaan.
Saya lah yang ditunjuk untuk ngomong ke ibu-ibunya, buat nanya petunjuk pendaftaran.
Saya udah siap-siap nyali nih, biasanya ibu-ibu petugas perpus itu galak-galak.
“selamat siang, Bu, bu saya mau tanya kalo mau jadi anggota gimana ya bu?”
“kampus sini apa kampus lain?” ibunya jutek. Bener kan pikir saya, ibunya jutek.
“kampus sini bu”
“angkatan berapa?”
Wah, firasat saya ga enak nih, “angkatan 2008 bu”
“waaah, angkatan 2008 hari giiiniii baru mau daftar jadi anggota ????? kemana aja kamuuu?”
Waduh, saya shocked. Ibunya bilang tepat banget depan muak saya dengan nada yang lumayan kencang. Oke tenang. Saya gak terima dibilang gitu, haha, langsung aja saya bilang, “bukan saya bu, tapi teman-teman saya yang mau daftar bu”
Aduuh, maluu. saya sempat liat ada beberapa anak yang noleh ke kita pas ibunya bilang gitu tadi.
Dalam hati, saya nahan ketawa.
Oke, urusan daftar mendaftar selesai.

Temen-temen yang lain lagi asik nyari buku, berhubung saya udah nyari buku dari beberapa hari yang lalu (haha, pamer lagi ) jadi saya jobless nih (kan ceritanya lagi jadi tourguide perpus). Saya putuskan buat cari novel aja lah, sambil nungguin mereka nyari buku.
Sekarang ada dua novel di tangan saya. Cari bangku yang nyaman, pasang headset, mari kita baca.

Judulnya Detik-detik berlalu karya Norsiah M.S tahun 1994 ( ini novel terbit pas saya umur tiga tahun dong), bahasanya jadul dan syair banget, tadi nya kan saya mau sok puitis nyari novel yang berbahasa puitis, eh makin saya buka halaman demi halaman, makin lama makin ga ngerti. Yah, bukan salah saya dong kalo saya ditakdirkan hidup di jaman sekarang, dan bego sama bahasa2 jaman dulu. Satu-satunya kesalahan saya adalah kenapa saya milih buku itu buat dibaca.
Wah, ternyata novel terjemahan Brunei Darussalam saudara-saudara (pantes saya ga ngerti).
Setidaknya saya ga jadi ngerasa kayak orang bego, karena saya bisa tutup novel ini, dan beralih ke novel yang kedua.

Kali ini judul novelnya Surat Kepada Tuhan karya Memoar Sobron aidit tahun 2003 (jaman saya SMP nih)
Yang ini lumayan meaning karena menceritakan tentang kehidupan anak negeri asal Belitung yang kemudian hijrah ke Paris buat sekolah dan hidup disana. Entah kenapa saya jadi inget novel tetralogi lokal yang separuhnya udah di filmkan. Novel dan film Indonesia yang fenomenal, bertema sama, dan kampung halamannya pun sama.

Ah, saya jadi inget cita-cita saya atau mungkin bisa dibilang khayalan tingkat tinggi saya. Bisa sekolah S2 di Munchen atau Paris. Ga salah kan saya berkhayal gitu. Toh, mimpi saya sama kayak mimpi-mimpi mereka yang kisahnya ada di novel-novel itu. Cerita-cerita mereka semakin membuat saya bersemangat kalo suatu saat saya diberi kesempatan untuk belajar di luar negeri. Yah, orang-orang banyak yang bilang hidup itu harus realistis, tapi apa salahnya kita bisa bermimpi. 

Seperti kata pak guru dalam film Sang Pemimpi, “Jangan lihat seberapa besarnya mimpimu, tapi lihatlah seberapa besar dirimu untuk mimpimu itu”
Seperti kata Agnes Monica di timeline twitter nya, “Semua itu berawal dari kita berani bermimpi, jika bermimpi pun kamu sudah takut, bagaimana bisa menggapai mimpimu itu, jadi janganlah pernah takut untuk bermimpi”.

Perpustakaan pusat kampus UI Depok , 24 Maret 2011

Jemuran Kumbang Kucing Ikan Ular

Hari ini lumayan panas dan cerah. Yah, lumayanlah, jemuran saya bisa kering semua. Hari ini seharian saya produktif. Bangun tidur trus rapiin kamar, nyapu, nyuci baju (tapi ga pake nyetrika), masak, nyuci piring, makan trus tidur lagi. Gak lah, hidup saya hari ini yang gak cuma diakhiri dengan tidur doang.

Hari ini anak-anak kostan sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Saya ?. saya rajin dong, hari ini setelah jadi babu di pagi hari, siang harinya saya belajar keras buat UTS 2 mata kuliah di 2 hari kemudian. Saya  sempet setuju sih kalo dulu temen-temen di kampus bilang kalo UTS itu singkatan dari Ujian Tidak Serius. Tapi berhubung sekarang jadi agak lebih sadar dan tobat jadi UTSnya saya ganti jadi Ujian Tidak Santai. Harus serius.
Tiwi, temen kostan saya yang satu ini juga bentar lagi UTS, kegiatannya ya sebelas dua belas lah sama saya.

Aduh, saya jadi inget jemuran lagi.
Jemuran saya kering semua hari ini. Ya setidaknya saya gak perlu jemur-jemur lagi besok. Aduh, gaya saya udah kayak emak-emak banget lah, sore-sore gini ngelipetin jemuran kering hasil cucian tadi pagi.
Ada empat anak kostan sore ini. Saya , ika, tiwi, sama vany.
Saya suka nih suasana sore ini, ngobrol.

“Nging nging nging nging”.
Hah? Suara apa tuh. Saya lagi ngelipet jeans. Eh ternyata ada kumbang item nyangkut di jemuran jeans saya. Aduh, kumbang nya ganas. Dari tadi sih saya denger bunyinya, saya kira itu suara kumbang diluar. Kumbang nya terbang. Terbang ke arah saya. Ke arah ika. Ke arah tiwi. Ke arah vany. Buseeet, canggih nih kumbang, ika jadi naik turun lompat lompat ngindarin tuh kumbang, buka tutup pintu kamar supaya kumbang nya gak masuk kamar, akhirnya keluar juga. Kita semua gak rela kulit kita nan mulus ini harus bergelombang gara-gara bengkak karena abis lo sengat, selamat jalan kumbang, semoga gak nyasar lagi dan sukses selalu. Haha cerita ga penting.

Obrolan santai berlanjut.
“eh, eh, kita pelihara binatang yuuk!”
“kan seru”
“iya juga, biar kalo ada tamu, ada yang bisa dipamerin, haha”
“apa doong? Kucing aja yaa?”
“wah, jangan kucing, ntar dia mpup sembarangan, trus kalo kita lagi libur siapa yang bakal ngerawat di kontrakan?”
“wah, iya juga ya? Ntar kalo kucingnya maling makanan kita di dapur gimana?”
“kalo kucingnya pipis dan mpup sembarangan di kamar mandi kita gimana?”
“yaaah, ya udah deh, jangan kucing deh, gimana kalo kelinci aja?”
“yaah, jangan! Kelinci itu gampang stress soalnya, ntar kalo dia mati gara-gara tiap malem dengerin kira teriak2 gimana? Ntar kalo dia stress gara-gara dengerin bahakan kita gimana?”
“hmm, pelihara apa ya? Ikan aja yuuk”
“kok ikan sih?”
“iya, kan ikan lucu, jadi tiap hari kita bisa seneng tau ngeliatin dia berenang-renang kesana kemari”
“iihh, tapi kalo gitu kita harus beli akuarium lagi dong, trus kalo akuarium nya kotor ribet bersihin nya, trus ikan itu ga bisa diajak main, bisanya diliat-liat doang”
“yaaah, trus pelihara apa dong?”
“ya udah yuuk, pelihara ULAR ajaaa”, siapa lagi kalo bukan si vivin yang ngasih ide beginian.
“vin, sebelum lo yg bawa masuk ular ke kosan kita, lo duluan yang kita usir”
Saya jadi ngebayangin, gimana jadinya kalo di kosan emang beneran pelihara ular, kayak pelihara kucing.
Bangun pagi, ngambil handuk di gantungan jemuran, tau-tau ada uler melingker disitu, trus saya sapa, “selamat pagi ulerr!” Atau pas pulang kuliah, capek mau rebahan di kasur, eh tau-tau ada uler ikutan rebahan disitu, Atau pas kita semua lagi nonton tipi, tu uler lagi ikutan nongkrong depan tipi, atau dia ngerayangin tipinya. Haha gokil. Bisa-bisa di akhir bulan pas uang bulanan udah seret, trus kita khilaf itu uler kita sembelih buat kita jadiin sate uler, atau uler panggang, atau pindang uler, atau sambal uler, atau uler goreng, kalo ga habis, bisa kita jemur dan kita keringin buat kita jadiin keripik ular.
Haha, maaf saudara-saudara, imajinasi saya berlebihan.

Full house, 20 Maret 2011.