Memperkuat Administrasi Negara |
29 Juli 2010 |
Eko Prasojo Dalam dua seminar internasional terkait reformasi administrasi negara (di Indonesia dikenal sebagai reformasi birokrasi), penulis merasa sulit menjelaskan perubahan yang telah dilakukan di Indonesia dan dampaknya bagi perbaikan pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan publik. Mulai dari mana dan dalam aspek apa presentasi itu dilakukan? Bagaimana mengukur keberhasilan semua reformasi yang sebagian telah diwacanakan dan sebagian sudah dijadikan sebagai rancang reformasi birokrasi? Apakah hanya sindrom kegagalan dan kualitas birokrasi nan buruk yang dapat diceritakan? Satu hal yang membantu penulis menjelaskan status reformasi birokrasi di Indonesia adalah proyek percontohan di Kementerian Keuangan dan sejumlah lembaga negara atau pemerintah—BPK, MA, Polri—meski harus diakui sulit mengukur dampak dan keberhasilan proyek reformasi birokrasi itu. Tanpa arah pertumbuhan? Sejatinya reformasi administrasi sudah lama menjadi agenda nasional. Pada 1957 dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk memberi gagasan pembangunan administrasi negara dan aparatur negara. Pada masa Orde Baru, setiap repelita selalu mencantumkan program pendayagunaan aparatur negara. Gaung melakukan reformasi administrasi membesar sejak 2004. Semakin besar pada 2009 ketika pemerintah mencanangkan pemerintahan bersih melalui agenda nasional untuk reformasi birokrasi. Demikian kuatnya, pada nama ”Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara” ditambahkanlah ”Reformasi Birokrasi” penanda komitmen pemerintah atas reformasi birokrasi. Lalu, mengapa sulit sekali mengukur keberhasilan reformasi birokrasi? Pertama, terlalu banyak agenda reformasi yang dicanangkan dalam lintasan yang tak teratur. Tak ada yang menjadi prioritas sebagai pengungkit perubahan sehingga energi yang dibutuhkan pemerintah sangat besar. Dapat pula dikatakan ”berjebah reformasi, secuil hasil”. Kedua, reformasi berjalan tanpa pertumbuhan yang jelas, terarah, dan terukur dalam kurun waktu yang telah ditetapkan. Arah pertumbuhan ini menjadi dasar dan orientasi bagi pemerintah menetapkan agenda perubahan secara bertahap. Ketiga, agenda reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sering tak diikuti dengan perubahan sistem sehingga tampak menjadi wacana politis belaka. Ketiga gejala ini berkelindan dalam reformasi birokrasi sejak Orde Lama hingga kini. Terjadilah kontradiksi antara wacana yang sangat banyak dan hasil yang sangat minimal. Itulah reformasi tanpa pertumbuhan dan perubahan sistem. Bila penulis kesulitan menstrukturkan agenda dan hasil reformasi birokrasi yang telah dilakukan, pakar dari Korea Selatan, Pan Suk Kim, dengan mudah menceritakan agenda reformasi oleh pemerintahnya. Reformasi birokrasi di Korea Selatan bukan sekali jadi, melainkan melalui proses bertahap. Jika pada tahun 1980-an reformasi birokrasi diarahkan pada penguatan etika pejabat dan pegawai negara melalui pengawasan kekayaan dan pengawasan pemberian hadiah kepada pejabat dan pegawai, deregulasi terhadap berbagai peraturan perundangan yang menghambat pelayanan dan investasi, serta debirokratisasi struktur dan lembaga pemerintah, pada tahun 2000-an reformasi diarahkan pada promosi jabatan secara terbuka, pembentukan senior executive services sebagai pasukan elite pegawai negara, serta perbaikan pengukuran kinerja dan penggajian. Berbagai reformasi itu dilakukan untuk membangun dan memperkuat peran dan tanggung jawab administrasi negara dalam pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat. Ke arah penguatan Peran dan tanggung jawab administrasi negara yang lemah dalam hidup berbangsa dan bernegara sebenarnya tak lepas dari marjinalisasi pembangunan administrasi negara selama ini. Tidak saja dari pemerintah, marjinalisasi itu juga datang dari para sarjana administrasi negara. Tidak sedikit sarjana administrasi negara yang tak bangga dengan ilmunya. Administrasi negara masih dipahami sebagai pekerjaan klerek, teknis, dan administratif. Pembangunan administrasi negara tak pernah dijadikan sebagai agenda pembangunan nasional yang serius dan terencana. Padahal, kunci keberhasilan pembangunan sektor sangat bergantung pada kemampuan pemerintah memperkuat administrasi negara. Saat ini Indonesia menghadapi tak saja beban administrasi negara yang terlalu besar, tak efisien, tak efektif, dan tak akuntabel, tetapi juga inkompetensi dan kerusakan moral aparatur negara yang masif. Jika kesadaran dan kemampuan pemerintah membangun dan memperkuat administrasi negara tak cepat tumbuh, bukan tak mungkin Indonesia akan menjadi negara yang gagal. Baik dalam konteks teori maupun praktik internasional, kajian dan perhatian terhadap pembangunan administrasi sudah sangat berkembang. Kemajuan berbagai negara sangat didukung oleh keberhasilan pemerintahnya membangun dan menguatkan administrasi negara. Bagi masyarakat, keberadaan negara hanya bisa dirasa jika terdapat kualitas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik. Semua itu dilakukan sebuah mesin negara bernama administrasi negara: sejak proses penyusunan kebijakan, implementasi kebijakan, sampai pada evaluasi kebijakan. Peran dan tanggung jawab administrasi negara yang lemah berakibat pada meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat atas pemerintah. Dalam kongres internasional tentang administrasi negara di Bali, 12-17 Juli lalu, disimpulkan bahwa administrasi negara berperan dan bertanggung jawab atas upaya mengatasi berbagai macam ketaksetaraan yang terjadi, baik dalam lingkup negara maupun dunia. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut, penguatan administrasi negara meliputi reformasi sektor publik, peningkatan etika dan akuntabilitas penyelenggara negara, perubahan budaya, peran kepemimpinan publik, penyempurnaan kebijakan publik, penguatan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik, hingga peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Bagaimana penguatan administrasi negara di Indonesia harus dimulai? Perhatian dan kesadaran pemerintah tentang peran dan tanggung jawab administrasi negara merupakan modal utama. Administrasi negara tak boleh dipahami sebagai pekerjaan klerek dan administratif belaka, tetapi jantung kehidupan berbangsa bernegara. Oleh karena itu, komitmen pemerintah yang sudah ada harus diwujudkan dalam reformasi administrasi negara yang nyata dengan arah pertumbuhan yang jelas dan perubahan sistem yang terencana. LAN sebagai gudang pemikiran yang bertanggung jawab dalam pembangunan administrasi negara harus efektif memberi masukan kebijakan kepada presiden. Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bertanggung jawab atas kebijakan dan implementasi reformasi administrasi negara. Bangsa ini harus lepas dari pergulatan politik dan prahara korupsi. Rakyat menantikan peran negara yang signifikan dalam pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan publik melalui reformasi administrasi negara. Eko Prasojo Guru Besar Administrasi Negara FISIP UI sumber : http://aparaturnegara.bappenas.go.id/index.php?id=1337&category=artikel&page=viewnews |
are two different things, but of different things that are sometimes able to produce something very beautiful, rainbow named.
pelangi..pelangi...
pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...
pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...
Senin, 02 Agustus 2010
administrasi negara ( masih banyak sekali yang harus diperbaiki)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar