pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Minggu, 22 Mei 2011

Re-tittle :Everlasting

Namamu memang tidak pernah tertulis dalam buku-buku ku...
Ceritamu memang tidak pernah ada dalam kertas kerja ku...
Wajahmu memang tidak pernah tergambar dalam diktat-diktat ku...
Aku tak ingin membagi dirimu dengan siapapun, bahkan kepada secarik kertas yang jelas-jelas tak akan mungkin merebutmu dari ku...

Namun semua tentangmu ku simpan dalam hatiku...
Memenuhi seluruh ruangnya hingga tidak ada satu bagian yang tersisa...
Aku memang pelit, pelit untuk menceritakan tentang kamu kepada orang lain...
Aku cemas, cemas bila kehilangan hatimu yang telah lama ku tunggu...
Aku cemas, cemas pada kecemasanku..

Sayaaaang, kamu tau aku tak pandai menulis kata-kata puitis...
Kamu tau aku tak pandai mengungkapkan perasaanku di depan umum...
Tapi dalam diam, aku selalu memuji mu...
Diam-diam aku mencuri pandang menatapmu...
Dalam diam, aku berdoa untuk mu...
Diam-diam aku takut kehilanganmu...


Aku tahu, semua yang ku lakukan belum mampu membayar ketulusan hatimu...
Semua yang ku berikan belum mampu membalas kesabaranmu menghadapiku...
Tapi satu hal yang aku tahu, aku tak mau dan tak akan berhenti mencoba memberikan yang terbaik untukmu, untuk kita...


( salah satu tulisan favorit "The Second Note" 07 Mei 2011, sebuah catatan kecil milik seorang Kakak, Dias Esentika Ningtias , sederhana, jujur dan... tulus :) http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150239336700560 )

Twenty

20.
Mereka bilang sudah saatnya lah untuk tidak jadi anak beringus lagi, jadilah anak berdasi.
Mereka bilang sudah saatnya lah untuk tidak sekedar mendamba pelangi lagi, dambalah matahari.

Mereka bilang sudah saatnya lah membeli cermin yang banyak, agar bisa melihat banyak bayangan, tidak hanya bayangku sendiri.
lalu mereka bilang lagi, justru buang dan pecahkanlah cermin-cermin itu, agar bisa melihat dunia nyata yang sesungguhnya, bukan bayangan lagi.

entahlah, aku tidak tahu apa 20 itu sebenarnya.
yang aku tahu, ada banyak orang yang menyertakan kata sayangnya setelah namaku,

"nina..nina..met ulang tahun sayang" -bety
"happy b'day nina sayang"   -rici
"med hari lahir nina sayang"   -vani
"ninaaa, met ultah ya say"  -tia
"ninaaaaa sayang, met milad y"   -iik
"nina sayaaaang, hepi besdey yaa"  -desti
"selamet ulang tahun ya sayaaang" -deasy
"happy twenty nina, love you"  -eva
"ninay sayang, happy birthday yah"  -ecy

dan sayang-sayang lainnya yang tidak tertutur dan terukir, namun tetap terasa. Terimakasih banyak.
Mereka, saat raga mereka jauh pun, terimakasih telah memberikan sayang kalian.

jika ditanya, "bagaimana rasanya jadi kepala dua?"
aku akan menjawab, "bahagia".
karena di nafas pertama usia ini, ragaku berada di tengah-tengah mereka, mama, papa, kakak, ayuk, bahkan si kecil yang sangat aku sayang.
terimakasih Tuhan. terimakasih Allah.

"i wish for wonderful things to come in your day, i pray for the best for you, and just in you, beginning and ending of my love, Happy Birthday my beloved angel :)" -rjfs

Thank you.
18 Mei 2011

Jumat, 06 Mei 2011

Mereka Ternyata Sama

Pagi ini tenang.  Aku tidak merasakan sedikitpun kegundahan di pagi ini. Bahkan aku sempat tersenyum melihat matahari dan burung yang sudah lebih dulu tersenyum.
Aku menjalani rutinitas seperti biasanya. Hari ini akan menjadi hari yang melelahkan, pikirku. Tiba aku disana, tempat rutinku. Dan aku belum melihatnya hari ini.

Sudah menjelang siang, lamunku. Barulah aku mendengar kabar tentangnya. Ternyata dia sedang berpakaian serba hitam hari ini. Baju hitam, celana hitam, kacamata hitam, sepatu hitam, tas hitam, dan payung hitam.
Aku diam. Merenung.
Terbayang candanya dulu, terbayang tawanya dulu. Yang entah kapan terakhir aku merasakannya sebelum ini. Lupa.

Aku? Keterlaluan. Tapi aku memang harus tetap dalam kondisi aku yang ini. Tapi aku akan berdoa. Aku akan tetap berdoa bisa melihatnya hari ini saja, Tuhan.
Sekarang, saat aku sedang menggoreskan tinta hitam ini, sesekali aku memandangnya. Memandangnya dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura.
Taukah dia jika aku sekarang sedang menulis tentangnya?
Aku menempuh rute yang jauh untuk bisa melihatnya hari ini. Bahkan jalan uang kutempuh pun belum pernah ku lalui sebelumnya. Hanya untuk melihatnya saja, hanya ingin berada dibawah satu payung hitam dengannya. Hari ini saja.

Aku melihatnya, akhirnya.
Dari jauh hingga mendekat, hingga sangat dekat.
Kujabat tangannya, berbeda dari biasanya.
Tangan yang dingin, bukan seperti tangan yang hangat seperti yang kurasa selama ini.
Aku tidak tersenyum. Justru dialah yang menyambutku dengan senyuman.
Kulihat matanya, berbeda dari biasanya.
Mata yang sayu, mata yang lelah. Bukan seperti mata yang tajam dan kuat seperti yang aku lihat selama ini.
Aku melihatnya dari jauh sekarang. Namun aku tetap berusaha bisa mendengar suaranya dengan jelas.
Kudengar suaranya, tetap lembut namun lantang. Yang sedikit berbeda adalah suaranya sedikit bergetar.
Tangan yang berbeda, mata yang berbeda, dan suara yang berbeda.
Oh mungkin, karena dia sedang berpakaian serba hitam hari ini.

Aku sedih tidak bisa berada di dekatnya. Tapi aku bersyukur.
Aku bersyukur aku bisa berada di dekat dengan sesuatu yang membuatku merasa seolah-olah aku berada persis di dekatnya, bahkan bisa sampai aku bisa merasakan menjadi bagian dari dirinya. Sangat dekat.
Dia, memang seperti dugaanku.
Dia baik. tidak hanya baik, tapi terbaik.
Dia menjunjung tinggi kaumku. Itu yang kudengar langsung dari seseorang yang selama ini mengisi tahta “dewi” nya.
Pertama kali aku melihat dewinya. Sama dengannya. Lembut.

Mereka sama.
Dia dan dewinya yang disini.
Lalu dewaku yang disana.
Sama dengannya. Sama dengan mereka. Mereka sama. Baik. tulus. Jujur.
Bahkan disaat semua sedang hitam begini. Baiknya, tulusnya, dan jujurnya, justru aura itulah yang membangga.
Aku mengerti sekarang. Aku mengerti aku sekarang.
Ternyata mereka sama. Dan aku merindukan mereka berdua.