pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 24 Mei 2013

Hembusan baru.

Hembusan nafas diusia 22 tahun mungkin terasa tidak terlalu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. 
Bahagia, karena sempat menghembuskan nafas 22 tahun disini,
di dekat orang-orang yang sangat saya sayangi.

Mama, Papa, yang sedari pertama saya bangun dipagi hari, tersenyum dengan kue ulang tahun sambil berucap "selamat ulang tahun, nak." serta kakak dan ayuk dengan kejutan kecilnya.
Saya tahu ada banyak doa sebelum ini, sekarang, bahkan selamanya, dari mereka.

Bersyukur.
Cerita di tanggal yang sama setiap tahun yang berbeda selalu membawa kebahagiaan sendiri.
Kebahagiaan yang hanya bisa dinilai dengan hati, bukan dengan yang lain.

Terutama hari ini, hari dengan tanggal yang sama ketika lahir, yang oleh sebagian orang mungkin dianggap spesial dan menanti apa yang akan mereka lalui dihari ini.

Juga doa-doa dari mereka, keluarga kedua saya.
Kicauan, nyanyian, dan hadiah berisi doa-doa itu masih ada, iya, mereka keluarga kedua saya,
 kembali mengingatkan bahwa sebenarnya mereka tidak jauh,
akan selalu ada di hati saya.
Terimakasih Fullhouse'ers dan A Group to Remember'ers.
Betapa saya merindukan berada ditengah mereka.

Pesan-pesan yang datang dari sahabat-sahabat lama juga pertanda mereka sayang,
tak peduli ada senjang bernama ruang dan waktu,
saya yakin kebersamaan itu masih mengalir lewat doa-doa yang terucap.

Tahun yang baru, membawa kenangan baru, doa juga datang dari mereka yang datang ke hidup saya dengan cerita yang baru pula,
terimakasih atas perhatian dan kejutannya, Kak Nasya, dan kakak-kakak yang lain, Kak Meido, Kak Efri, Kak Ade, dan Kak Gerry,
serta adik-adik manis yang baru saya kenal, mereka pengukir cerita dan kenangan baru di ulang tahun 2013.

Juga Rendy, yang menjadi cerita dari tahun ke tahun, dan masih menjadi bagian cerita di tahun ini, terimakasih atas alunan manisnya, mari terus berjuang menemukan harta karun terpendam bernama kebahagiaan itu, pasti ketemu.

Memasuki usia baru, banyak orang yang bilang sesungguhnya usia kita semakin berkurang.

Usia kesempatan kita untuk meraih mimpi-mimpi yang masih tergantung di langit harapan,
usia kesempatan memperjuangkan diri untuk menjadi yang pantas,
pantas memperoleh apa yang saya peroleh sekarang,
berjuang untuk pantas meraih segala hal yang baik,
berjuang untuk pantas mendapat apa yang tidak pantas dimiliki oleh orang lain,
berjuang untuk pantas mendapat tempat yang baik di segala zaman.

Juga momentum untuk bercermin, bukan hanya mengingat siapa dengan apanya,
tapi harus mengingat apa saja yang sudah dilakukan hingga sampai di titik ini, berapa banyak orang yang menangis dan tersenyum atas apa yang sudah dilakukan sampai detik ini,
esensi dari pelaluan hidup yang sebenarnya.

Selamat menempuh hidup baru lagi, semoga selalu sehat, berkah, dan bahagia, serta dekat selalu dengan mereka, dengannya, dan denganNya.

It took me so much time.

It took me 10 years to be okay with how the world works, or our world.
After 120 months i've finally realized that it's okay to be sad when other people are sad.
It took six thousand, five hundred and seventy days for me to be okay with people leaving, for me to accept that.

How dare you.

That just the way life has to be at times.
Sometimes the people we love leave, sometimes we only see that we loved them after, they're already gone. And after 1200 hours, i've detected that i'm okay with that.

This is the way things are i've also realized that maybe, just maybe, the people that matter will never really love you.

And i'm okay with that, too.

Ya, namanya juga peradaban.

"Ketika kita memiliki teman, maka bukan berarti kita pasti akan selalu bersamanya. Ada masa-masa kita harus pindah, mengambil kesempatan, melanjutkan sekolah, pekerjaan. Tetapi juga bukan berarti kalau sudah berpisah, maka selesai begitu saja.

Itulah gunanya persahabatan yang sejati, teman lama selalu menjadi teman, atau malah lebih spesial saat bertemu kembali, menjalin kontak kembali. Hei, jika HP, laptop, komputer, mengasyikkan kalau punya yang baru, tapi teman, semakin lama, semakin mengasyikkan.

Selalu begitu."
Tere Liye, 2013.
Saya, termasuk orang yang selalu mengingat apa yang terjadi di masa lalu.
Kenangan demi kenangan langsung terekam otomatis dalam memori alami saya.

Momen saya berkenalan dengan seseorang, lalu bagaimana kesan pertamanya, lalu menjadi dekat, lalu menjadi jauh, lalu meninggalkan kenangan indah, lalu meninggalkan kenangan buruk.
Ya, namanya juga kenangan, ga asik kalo baik terus, yang buruk juga berharga, semuanya berharga, ya setidaknya untuk saya sendiri.

Dan sepertinya sudah siklus alami ya, rindu itu ada ketika jauh bahkan ketika sudah tidak ada, ingin mendekat ketika sudah menjauh.

Memaki ketika dekat, merindu ketika jauh.
Yang baru datang, yang lama sedikit terlupakan.

Ya namanya juga hidup, terus berjalan dan ga mungkin bergaul sama yang lama terus kan.
Yang baru mengasyikkan, yang lama diubah.

Ya namanya juga manusia dan peradaban, terus berubah mengikuti lingkungannya, dan..kepentingannya.

Rindu sekali berada di dekat mereka.
Bergurau, bercanda, bersuka, berduka, berdebat bahkan berselisih paham, semua hal yang saya lalui bersama mereka menjadi kenangan yang sangat berharga.

Iya kenangan, satu-satunya yang ga akan pernah berubah,
bahkan ketika semuanya sudah berubah dan ketika kita sudah berjalan sangat jauh.

Dia akan tetap duduk manis di posisinya, menunggu kita yang mungkin suatu saat jenuh dan lelah berjalan, berhenti sejenak dan menyapa mereka.

Di perempatan itu.

Di deretan kursi paling ujung, sekumpulan anak muda yang bukan remaja lagi, kompak memakai kaos oblong putih, entah dalam rangka apa atau dari komunitas mana, terlihat seru dalam candaan satu sama lain.
Mereka sedang terlihat membicarakan sesuatu yang tidak mereka senang, setidaknya terlihat dari mimik wajah mereka.

Sejenak saya ingat kantin kampus saya dulu, takor namanya.
Sebagian besar mahasiswa yang suka nongkrong disana, tertawa terbahak-bahak, berteriak sana-sini, ngomongin dosen yang nyebelin, ngomongin temen-temen yang freak, mencaci mereka yang punya mainstream mind, siapa yang tahu kalo mereka sama nyebelinnya, sama freaknya, dan sama mainstreamnya dibandingin bahan omongannya.  

Ada yang ga peduli sama nasib skripsinya yang digantung selama 2 semester, ada yang nyantai padahal di kelas tadi abis debat sama dosen, ada yang pacarnya ngilang ga ngasih kabar selama 2 hari, ada juga yang pusing sama kondisi papa mamanya terus-terusan berantem dirumah.
Macem-macem.
Tapi apapun itu, dimensi nya sudah bersifat personal, dan kita punya cara tersendiri masing-masing untuk nikmatin hidup.

Persis di depan saya, ada 2 anak kecil 2 tahunan, yang satu laki-laki, yang satu perempuan, sedang asik kejar-kejaran, ga menghiraukan mama papanya yang ngelarang, yang satu terlalu aktif sehingga papanya harus turun tangan.
Siapa yang tahu kalo suatu saat mereka harus turun tangan sendiri untuk mengontrol situasi sekitar, saatnya papa pensiun dan beristirahat.

Sebagian besar orang-orang yang ada disini, baik yang sudah datang sebelum maupun sesudah saya, ditemani minimal satu batang hidung, kecuali saya.

Ada yang lewat sambil melihat saya, yang dengan bodohnya duduk pas banget di dekat pintu masuk, ada juga yang lewat doang.

Mas-mas pelayan sampe bolak-balik 3 kali nanyain "mba, udah pesen?", kalo datang sekali lagi saya kasih payung cantik deh mas.
"udah mas, perasaan udah 3 kali nanya deh mas" akhirnya saya jawab sarkasly.

Ritual saya lanjutin lagi.
Memperhatikan orang-orang.

Entah kenapa kebiasaan ini sering saya lakukan kalo saya lagi nunggu, dan sendirian.
Main sama pikiran sendiri.

Bahkan saya dan pacar saya (dulu) pernah sengaja duduk di lobby sebuah hotel, dengan tujuan hanya untuk memperhatikan orang-orang yang lewat.

Hanya orang-orang dengan visi dan misi yang sama, yang bisa melakukan ini bersama-sama.
Entah kapan lagi ritual ini bisa dilakukan, berdua.

Pesanan demi pesanan datang, sayangnya bukan ke tempat saya.

Saya beritual lagi. Melihat keluar, tempat makan ini persis berada di salah satu perempatan padat di kota ini, lihatlah, betapa pesatnya kota ini tumbuh menjadi anak yang besar dan konsumer.
Mobil dan motor semakin bergeliat, klakson semakin beradu vokal, dan tentu saja, polusi semakin merajalela.

Baru saja lewat seorang pelayan pria mengantarkan makanan dengan muka yang sudah waktunya disetrika biar licinan dikit, kusut amat.

Mungkin abis dimarahin bosnya kali ya, atau abis berantem sama pacarnya ya?
Atau, apalagi sih biasanya yang bikin cowok bete? Ah, masnya ga asik ah, kayak cewek.

Akhirnya pesanan saya datang, dan pertanda kalau ritual akan segera berakhir.
Saya beranjak ke kasir, bayar.

Pas saya mau jalan ke parkiran, tiba-tiba ada yang ribut di gerombolan anak muda gaul tadi, cewek tomboy berkacamata sudah mengangkat kursi plastik, entah gaya doang pengen dilempar atau beneran mau ngelempar, "sini lo kalo berani, jangan maen mulut doang!"

Penasaran sama lawannya, ternyata lawannya adalah masih satu gerombolannya, perempuan berjilbab.

Okelah, saya pergi sambil membawa tentengan besek yang saya pesan tadi, ga peduli ending keributan tadi.

Huft, gejolak kawula muda sekali ya.

Sabtu, 11 Mei 2013

MilikNya.

"Membiarkan pergi adalah sama seperti kita berdiri di halte, lantas setelah ditunggu lama, sebuah bus mendekat, penumpang naik, bus beranjak jalan, menjauh, dan kita tetap berdiri di halte tersebut. Menatapnya dengan segenap perasaan.  
Membiarkan pergi adalah salah satu cabang perasaan sejati. Seberapa lama pun kita telah menunggu bus itu, seberapa penting urusan kita, namun kita,membiarkan pergi dgn ihklas, karena boleh jadi itu keputusan terbaik atas nama kehormatan perasaan."
--Tere Lije,2013
Allah Maha Besar, Nay.
Apapun yang Dia mau, maka kapanpun dimanapun siapapun, mudah BagiNya.

Itu makanya gue sekarang ngerti kenapa kita sebaiknya mencintai sesuatu itu karena Allah.
Sesuatu yang bikin kita selalu senang dan tenteram, bahagia dan damai, karena Allah lah yang kasih.

Semuanya punya Allah, kita hanya punya mati, satu-satunya yang ga dimiliki oleh Allah.

Kalo suatu saat Allah pengen barangNya balik, seharusnya mana boleh kita marah, lha wong cuma dipinjemin, Yang punya ngambil ya balikin lah.

Jika sedari awal sadar kalo barang itu milik Allah, selayaknya kita pinjem barang dari orang lain, kita jaga barang itu karena pemilikNya.

Kita harus sayangi barang itu justru karena dia bukan punya kita, karena punya Allah.
Karena jika suatu saat ditagih, tidak perlu takut barangnya rusak, karena kita sudah menjagaNya dengan baik.

Memang ga mudah belajar mencintai sesuatu karena pemiliknya.
Tapi belajar itu karena mau, jika mau, pasti kita mampu.

Chain of Ignorance

Sejarah terus berulang karena manusia tetap melakukan kesalahan yang sama: Gak peduli sesama.
The Chain Of Ignorance menjauhkan manusia dari  Enlightment.

It's hell on earth.
Bukan neraka versi bakaran api abadi buat manusia-manusia berdosa dari agama yang berbeda.
Hell is an inability to love which turns people from bearing each other's burdens into Isolated Individuals no longer related to each other but alone with their own selfish interest.

Love is replaced by its lowest form, Fear. Isolated individuals ini tidak lagi saling peduli sesama karena takut kekurangan. Ignorance bahkan sudah menjalar ke unit manusia yang dulunya pernah satu materi, orang tua dan anak.

Dongeng dimulai di suatu waktu ketika dunia masih matriarki dan mitologi didominasi dewi-dewi.
Bulan masih berwarna oranye.

Seorang anak laki-laki bernama Merah berusaha mendapatkan pujian Ayah dengan memanah seekor peacock jantan nan cantik. Gagal.

Dia semakin haus kasih sayang ketika kemudian harus berbagi cinta Sang Ayah yang dipersunting Ibu Putih. Merah kemudian membunuh Ibu Putih dan dimulailah mitologi Patriarki lengkap dengan dewa-dewa pencemburu dan pemarah.

Bulan berubah merah.

Lompat ke 1980, masa di mana Bumi masih dihuni manusia dan alien dianggap khayalan kosong.
Seorang anak perempuan  kehilangan ayah dan ibunya sejak bayi.
Dia tumbuh bersama buku harian sang Ayah dan percaya kalau mereka pergi diculik UFO.
Dia menantikan ulang tahun ke17 saat dia akan dijemput Ayah.
Lompat ke masa Pasca Migrasi Alien.

Seorang Ibu dituduh akan melahirkan monster karena kawin dengan Alien, spesies imigran dari galaksi lain yang dianggap lebih rendah dari manusia.
Si Ibu dan Alien melakukan apapun untuk melindungi buah cinta mereka walaupun anaknya dituduh akan membawa kehancuran di Bumi.
Lompat ke masa sebelum Apocalypse.
Dunia sudah hampir hancur dan tinggal menunggu sebuah megavulkano meletus untuk menghabisi 60% umat manusia.
Para penasihat Raja menyarankan untuk menumbalkan salah satu putrinya untuk mencegah kehancuran.
Mengira dia menyelamatkan umat manusia, Sang Ayah merelakan salah satu putrinya dibunuh.

Lanjut ke masa setelah Apocalypse. 40% mahkluk Bumi  yang tersisa berlindung di dalam sebuah kubus. Selamat dari kehancuran, mereka malah terjatuh kepada ego lama: siapa yang berkuasa setelah 6 tahun Musim Salju berakhir? Saling bunuh saudara seayah menyisakan 2 manusia terakhir di Bumi: seorang Ibu dan anak perempuannya yang lemah.

Sang Anak ingin menari, tidak peduli permohonan Ibunya agar tetap berdiam diri dan menghemat oksigen. Sebentar lagi musim semi. Si anak tetap menari. Buat apa hidup kalau diam saja seperti orang mati.

Lima cerita di atas diisi dengan manusia-manusia yang tidak bisa menerima dirinya.
Ada suatu masa di mana pria ingin jadi wanita dan merebut kekuasaan yang terlalu didominasi wanita. 

Ada suatu massa di mana manusia dibohongi dengan kebenaran-kebenaran versi Penguasa.

Ada suatu massa ketika manusia punya versi kebenarannya masing-masing. Dan ada satu massa ketika manusia menganggap dirinya lebih mulia dari mahkluk lain.

Tapi semuanya diakhiri dengan sebuah cinta yang tak terbantahkan.

A mother's unconditional love for her daughter.
Dan bulan kembali oranye.

Third of May, 2013