pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 24 Mei 2013

Di perempatan itu.

Di deretan kursi paling ujung, sekumpulan anak muda yang bukan remaja lagi, kompak memakai kaos oblong putih, entah dalam rangka apa atau dari komunitas mana, terlihat seru dalam candaan satu sama lain.
Mereka sedang terlihat membicarakan sesuatu yang tidak mereka senang, setidaknya terlihat dari mimik wajah mereka.

Sejenak saya ingat kantin kampus saya dulu, takor namanya.
Sebagian besar mahasiswa yang suka nongkrong disana, tertawa terbahak-bahak, berteriak sana-sini, ngomongin dosen yang nyebelin, ngomongin temen-temen yang freak, mencaci mereka yang punya mainstream mind, siapa yang tahu kalo mereka sama nyebelinnya, sama freaknya, dan sama mainstreamnya dibandingin bahan omongannya.  

Ada yang ga peduli sama nasib skripsinya yang digantung selama 2 semester, ada yang nyantai padahal di kelas tadi abis debat sama dosen, ada yang pacarnya ngilang ga ngasih kabar selama 2 hari, ada juga yang pusing sama kondisi papa mamanya terus-terusan berantem dirumah.
Macem-macem.
Tapi apapun itu, dimensi nya sudah bersifat personal, dan kita punya cara tersendiri masing-masing untuk nikmatin hidup.

Persis di depan saya, ada 2 anak kecil 2 tahunan, yang satu laki-laki, yang satu perempuan, sedang asik kejar-kejaran, ga menghiraukan mama papanya yang ngelarang, yang satu terlalu aktif sehingga papanya harus turun tangan.
Siapa yang tahu kalo suatu saat mereka harus turun tangan sendiri untuk mengontrol situasi sekitar, saatnya papa pensiun dan beristirahat.

Sebagian besar orang-orang yang ada disini, baik yang sudah datang sebelum maupun sesudah saya, ditemani minimal satu batang hidung, kecuali saya.

Ada yang lewat sambil melihat saya, yang dengan bodohnya duduk pas banget di dekat pintu masuk, ada juga yang lewat doang.

Mas-mas pelayan sampe bolak-balik 3 kali nanyain "mba, udah pesen?", kalo datang sekali lagi saya kasih payung cantik deh mas.
"udah mas, perasaan udah 3 kali nanya deh mas" akhirnya saya jawab sarkasly.

Ritual saya lanjutin lagi.
Memperhatikan orang-orang.

Entah kenapa kebiasaan ini sering saya lakukan kalo saya lagi nunggu, dan sendirian.
Main sama pikiran sendiri.

Bahkan saya dan pacar saya (dulu) pernah sengaja duduk di lobby sebuah hotel, dengan tujuan hanya untuk memperhatikan orang-orang yang lewat.

Hanya orang-orang dengan visi dan misi yang sama, yang bisa melakukan ini bersama-sama.
Entah kapan lagi ritual ini bisa dilakukan, berdua.

Pesanan demi pesanan datang, sayangnya bukan ke tempat saya.

Saya beritual lagi. Melihat keluar, tempat makan ini persis berada di salah satu perempatan padat di kota ini, lihatlah, betapa pesatnya kota ini tumbuh menjadi anak yang besar dan konsumer.
Mobil dan motor semakin bergeliat, klakson semakin beradu vokal, dan tentu saja, polusi semakin merajalela.

Baru saja lewat seorang pelayan pria mengantarkan makanan dengan muka yang sudah waktunya disetrika biar licinan dikit, kusut amat.

Mungkin abis dimarahin bosnya kali ya, atau abis berantem sama pacarnya ya?
Atau, apalagi sih biasanya yang bikin cowok bete? Ah, masnya ga asik ah, kayak cewek.

Akhirnya pesanan saya datang, dan pertanda kalau ritual akan segera berakhir.
Saya beranjak ke kasir, bayar.

Pas saya mau jalan ke parkiran, tiba-tiba ada yang ribut di gerombolan anak muda gaul tadi, cewek tomboy berkacamata sudah mengangkat kursi plastik, entah gaya doang pengen dilempar atau beneran mau ngelempar, "sini lo kalo berani, jangan maen mulut doang!"

Penasaran sama lawannya, ternyata lawannya adalah masih satu gerombolannya, perempuan berjilbab.

Okelah, saya pergi sambil membawa tentengan besek yang saya pesan tadi, ga peduli ending keributan tadi.

Huft, gejolak kawula muda sekali ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar