pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 24 Januari 2014

Ujian

Musibah itu selalu datang dengan tiba-tiba,
tidak ada yang tahu kapan ia datang, seperti apa wujudnya,
dan kenapa ia datang.

Saya mendengar kabar bahwa anak dari dosen saya meninggal dunia.
Usianya baru 7 bulan.
Ayah dan Ibunya adalah dosen saya semasa kuliah dulu,
dosen yang memberikan banyak kesan positif kepada mahasiswanya.

Beliau berdua adalah orang yang baik banget,
baik di kelas maupun diluar kelas, saya turut berduka cita atas meninggalnya anak pertama mereka ini.

Awalnya mereka adalah rekan kerja,
lalu ketika terdengar kabar mereka akan menikah,
saya jadi berpikir mereka merupakan jodoh yang pas banget,
sama-sama Insya Allah soleh dan soleha, sama-sama pinter, mau keluar negeri buat sekolah lagi,
ah such a perfect lah, even i know nobody's perfect.
Membayangkan mereka, yang terbayang adalah betapa sedihnya perasaan mereka sekarang.

Saya tidak bisa merasakan bagaimana sayangnya orangtua ke anak,
tapi saya bisa sedikit membayangkan ketika keponakan saya lahir.
Rasanya tuh sayaaaaang banget, ga pengen dia celaka,
pas lihat dia nangis rasanya tuh pengen bisa ngelakuin apa aja supaya dia ga sedih lagi,
pengen bisa kasih apa yang dia mau supaya dia bisa senang,
lihat dia susah makan rasanya sedih banget,
lihat dia sakit rasanya biar kita aja yang ngerasain sakitnya,
lihat dia kena marah rasanya kasihan banget.
Aa gitu deh, jadi tante aja begitu, kebayang kan kalo kita jadi orangtua.
Apalagi, kalo harus ditinggal pergi untuk selamanya?
dan di usia sekecil itu,  Ya Allah :'(

Pada akhirnya hanya kepada Sang Maha Pencipta-lah pasti sujud itu beradu.
Dia Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hambaNya.

Saya jadi kepikiran lagi, jadi orangtua aja sayangnya banget banget banget banget ke anak, apalagi sayangnya Allah ke kita.
Cuma satu kuncinya, Allah lah sebaik-baik penolong (QS.Ali'Imron:173).

Dosen saya tadi diberi cobaan sebegitu beratnya,
saya yakin Allah sedang menyiapkan "ruang kelas" yang lebih tinggi dan keren buat mereka,
karena ini ujian yang sulit dan Allah kasih ujian ini karena mereka adalah yang terpilih yang Allah anggap mampu untuk melewatinya.

Di sekolah aja kalo mau naik kelas dan lulus harus ujian dulu, apalagi hidup?

Seperti musibah banjir di beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini,
pernah sekali saya melihat cuplikan liputan berita,
seorang Ibu yang merupakan korban banjir bandang di Manado diwawancara,
beliau ditanya mengenai keadaannya sekarang.

Ibu itu menerangkan bahwa rumahnya hancur diterjang banjir bandang,
semua harta bendanya hanyut hilang entah kemana,
surat-surat berharga juga tidak sempat diselamatkan,
baju yang ia punya cuma baju yang ada dibadannya sekarang.
Dan beliau menerangkan kepada reporter dengan nada tenang dan dengan senyum santun yang ia tunjukkan depan reporter dan sorot kamera.
Tegar banget Ya Allah :')

Jadi malu sama diri sendiri yang setiap hari rasanya terlalu banyak mengeluh.
Listrik padam, ngeluh.
Apa kabar orang-orang korban banjir itu hidup di pengungsian dan beberapa hari ga ada listrik?

Motor pecah ban, ngeluh.
Apa kabar orang-orang diluar sana yang mencari nafkah dengan berjalan kaki seharian?

Kecopetan, ngeluh dan mencaci maki copetnya.
Apa kabar Ibu tadi saat semua hartanya lenyap tak bersisa?

Kerjaan numpuk di kantor, ngeluh lagi.
Apa kabar orang-orang diluar sana yang masih berjuang untuk mendapat pekerjaan?

Banyak tugas sekolah/kuliah, ngeluh.
Apa kabar anak-anak yang ga bisa lanjutin sekolah atau kuliah?

Makan di warteg ngomel-ngomel karena porsinya dikit banget, ngeluh.
Apa kabar orang yang boro-boro bisa makan di warteg, makan sehari sekali aja udah syukur.

Ah, terlalu banyak hal-hal sepele yang tanpa kita sadari kita keluhkan,
padahal banyak banget orang diluar sana yang ujian hidupnya lebih berat,
cerita hidupnya lebih miris, kondisi hidupnya lebih prihatin.
Tapi mereka masih bisa senyum, masih bisa memberi kebahagiaan ke orang yang lihat senyum mereka.

Satu yang sudah saya pelajarin dan mudah-mudahan bisa saya ingat dan amalkan terus, berhenti untuk dikit-dikit ngeluh, dikit-dikit gerutu, dikit-dikit merasa bahwa saya adalah makhluk paling merana di dunia.
Please, don't.
Mungkin apa yang kita alamin ini belum seberapanya penderitaan orang-orang di luar sana.
Mari ingat-ingat bersyukur.

Kata Marsha, nothing to lose.
Kata Tias, everythings happened always for reasons.
Kata Kak Nasya, there is a rainbow after hurricane if you know.
Kata Aunty Whitney and Mariah, there can be miracles if you believe.
Kata Mas Maher Zein, Insha Allah ada jalan.
Kata Bondan, everthings gonna be okay.
 
Me, Page 23 of 365.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar