pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Sabtu, 18 Agustus 2012

Manusia Jadi-jadian

Diluar macet. 

Semua orang buru-buru pengen nyampe rumah
atau mungkin pengen nyampe tempat janjian supaya ga ketinggalan moment buka puasa bersama orang-orang yang disayangi.

So do i.

Syukurnya sekarang saya udah duduk manis di meja makan sebuah restoran cina di pusat kota, pusat kemacetan, pusat nongkrongnya pengamen-pengamen, pusat gelantungnya kenek-kenek bus yang teriakannya super merdu itu.

Tapi semua itu ga penting.

Selama manusia ini juga duduk manis di depan saya.

Manusia apa ya? Manusia setengah dewa? Hmm.
 Ga ah, ga pantes dia disebut gituan. Terlalu tinggi.

Tempat makan ini selalu hiruk pikuk.
Tempatnya ga terlalu besar, tapi ga kecil juga. 
Sejak saya kecil, tempat ini sudah ada. 
Entah ada berapa pegawai yang kerja disini, tapi lumayan banyak. 
Teriak sana teriak sini. Jauh dari kesan elit. 
Rata-rata sih berparas pribumi,cuma ada dua-tigaan saja yang bermata sipit dan berkulit putih keliatan mondar-mandir, tentu saja dapur bukan bagian mereka, tapi orang-orang yang masuk kesini pasti ga akan keluar dengan perut kenyang atau dengan tentengan kecuali udah berhadapan dengan mereka.

Tapi semua itu ga penting.

Selama saya bisa ada disini lagi, dan bersama manusia ini (lagi).

Menu saya menu 20ribu lagi. 18 ribu untuk manusia di depan saya. Untuk pelepas dahaga, pilihan kompak jatuh di menu 17ribu.

Saya dan manusia ini.
Terakhir ada di tempat ini, kira-kira tahun lalu.

Okay, sudah di tahun yang berbeda lagi ternyata.

Selalu tempat ini.

"mau makan dimana kita?"

"mau makan apa dulu? Baru pikirin tempatnya"
"terserah deh"
Kalo kata itu sudah keluar dari salah satu mulut.
Ujungnya pasti disini.
"lagi ngapain sih?".

Pertanyaan itu keluar kalo salah satu sudah autis sama handphone, yang ujung-ujungnya handphone buru-buru dilepas.

Kepala saya sibuk muter-muter ngeliatin ruangan. Semacam salah tingkah mungkin.
"ngetwit apa emang?"
"hah?"
"kasian deh yang ga bisa mention"
Mungkin manusia satu ini lebih pantes disebut manusia gede rasa.

"alesan apa yang bisa bikin aku ngetwit sekarang? Dan kenapa ga bisa mention?"
"seneng. Persentase keinginan manusia untuk berbagi saat seneng lebih besar dibanding saat sedih"
"dan yang satu lagi, karena orang yang pengen di mention ternyata ga punya twitter."

Manusia ini. Selain gede rasa juga gede mantra mungkin. 
Selalu bisa menebak, dan sialnya, selalu benar.

Manusia jadi-jadian juga mungkin.
Sebentar sebentar datang, sebentar sebentar pergi, 
peletnya kuat, mantranya dahsyat, 
bisa baca pikiran, bisa menghipnotis, bisa mencuci otak dalam sekejap, 
satu-satunya manusia yang tahu kalau saya sedang berbohong, 

manusia yang tahu apa yang saya mau tapi sayangnya sering pura-pura tidak tahu, 
manusia yang paham saya lahir dan batin tapi sayangnya sering pura-pura tidak paham.
Manusia apa ini? 

Tapi senyumnya bikin damai.

Matanya bikin es meleleh.

Manusia apa ini?

Ah, dasar manusia jadi-jadian.

Satu kali lagi senja dilalui bersama manusia jadi-jadian ini.

Apa jadinya jika terlalu lama bergaul dengan manusia ini?

Saya ikut-ikutan berubah jadi manusia jadi-jadian atau dia yang berubah menjadi manusia biasa seperti saya.

Semoga ada opsi ketiga. Amin.



Merdeka itu...

Merdeka itu..

Saat setiap orang berani melaksanakan kewajiban dengan sebenar-benarnya.

Dan berani memperoleh hak dengan seadil-adilnya dan sepantas-pantasnya.

Dirgahayu 67  Indonesia, 
semoga Indonesia menjadi lebih baik dalam segala hal. Amin.

Jumat, 10 Agustus 2012

No Twitter, No cries?

"pengen deh, hidup tanpa twitter, hidup tanpa tahu hidup orang lain.”

Ga sengaja melihat tweet ini di timeline, 
tweet dari orang yang ga saya kenal, tapi karena di retweet sama temen akhirnya bisa dilihat sama orang lain.

Well, itulah dunia sosial di dunia maya. 
Twitter adalah jejaring yang paling rumpi dan paling update bahkan dari media yang paling update manapun diseluruh dunia.

Bermodal benda kecil yang bisa kita bawa kemana-mana, handphone, 
asal punya akses internet yang jago, mau selama sebulan,dua bulan, tiga bulan, atau selama apapun itu kerjaan kita cuma duduk manis di dalam rumah yang lokasinya ada di tengah hutan pun, 
ga akan ketinggalan cerita kejadian apapun di seluruh dunia, 
mulai dari berita yang memang penting sampai berita temen lo yang lagi kelaperan trus stress saking lapernya dia makan upilnya sendiri.
"duh laper nih, tapi ga ada makanan, ngupil aja deh, siapa tau lapernya ilang". Ini salah satu tweet terpenting yang bisa saja tanpa sadar kita baca hal2 yang serupa setiap hari di timeline.
Dunia maya, dengan berbagai wadah sosialnya. 

Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh. 
Mengurungkan yang jadi, menjadikan yang urung. 
Membesarkan yang kecil, mengecilkan yang besar.
Menyedihkan yang senang, menyenangkan yang sedih. 
Mengongretkan yang abstrak, mengabstrakkan yang konkret. 
Menyuarakan yang diam, mendiamkan yang bersuara. 

Yang tidak tahu menjadi tahu,
yang tahu menjadi semakin tahu, 
yang tidak ingin diketahui, menjadi tahu dengan sendirinya.
Yang tidak tahu, memberitahu untuk diberitahu, 
yang sudah tahu akan terus memberi tahu, 
yang diberitahu akan memberi tahu bahwa tidak ingin diberitahu. 
Tidak ingin diberitahu padahal ingin tahu, Begitulah.

Twitter = (T)houghts (W)hich (I) (T)ype (T)hat (E)veryone (R)eads.

Pergerakan komunikasi dan teknologi yang semakin canggih dan luar biasa.

10 agustus. No twitter, no cries? we'll see later.

Insecurity.

Penyebab ke tiga perpisahan selain Facebook dan Twitter, ternyata: insecurity.

"Gimana gue mau ngajak dia nikah kalau dia kaya gitu?"

"Gimana gue gak cemburuan kalau dia gak ngajak-ngajak gue nikah juga?"

"Mungkin nanti gue balik lagi kalau gue dan dia udah lebih dewasa."

"Gue sayang ama dia. Tapi mungkin nanti saja, kalau kita lebih dewasa."

"Berduaan bukannya ngomongin visi ke depan, malah berantem terus."

"Ngapain diterusin kalau udah gak ada trust."

Andai saja... Andai... salah satu strong enough untuk menahan ego dan bilang, I will be with you no matter what... The other one will not be insecure. 
And they will live happily ever after.

Tinggal mencari cara gimana dealing with the Facebook and the Twitter.

Love is always worth it. Insecurity will leave you empty handed.

"Unless ada kesalahan ontologis: udah nikah atau ngajak pindah agama," katanya.

Then you are better off with her Facebook and Twitter.

I guess.

"hebat ya, lo kan laki, tapi jago masak gini".
"elo tuh ya, ga boleh nunjukkin kalo lo bisa masak, it's so gay you know!"
"menurut lo, lo yang suka fitnes gini, itu ga so gay?"
“kok potong rambutnya pendek banget sih? Kayak lesbi tahu!”
Sepenggal kalimat ini saya dengar dari film yang barusan saya tonton,film lokal jadul yg iseng saya tonton sebagai efek status "pengacara" saya.

Nonton film ini, saya jadi mikir, saya jadi pengen kuliah psikologi, jadi pengen kuliah sosiologi atau antropologi, jadi pengen kuliah filsafat, dan jadi pengen bikin penelitian tentang mereka yang punya orientasi homoseksualitas.

Kalo dipandang dari agama, urusan gampanglah ya buat nyari jawabannya, walaupun saya juga belum ngerti sih sama apa yang pengen saya tanya tentang mereka.

Urusan agama, at last di ajaran agama saya, islam, mereka adalah berdosa.

Tapi saya jadi mikir,mereka toh udah digariskan dengan jenis kelamin mereka masing-masing, laki-laki dan perempuan. Keduanya menurut saya sudah punya magnet tersendiri.

Emang mau nanya apa? Tanya kenapa mereka bisa jadi homoseksualitas? Lesbi or gay.

Secara logika, mungkin ga ya mereka bersyukur atas orientasi mereka itu? Atau itu justru pilihan? Atau justru karena ga ada pilihan makanya mereka bisa mencintai sesama mereka.

Film indonesia, cokelat stroberi, quicky express, the butterfly, atau film2 luar,black swan, close, all my children, detik terakhir, arisan, red lights.
Yang menampilkan bagian mereka yang "gay or lesbi", yang kadang-kadang memberikan sedikit indikasi faktor mereka jadi seperti itu.

Well, "why?". Pertanyaan penting ga ya buat mereka.
May be yes, or may be no.

Bukan berarti mereka ga normal kan? I mean, bukan berarti mereka cacat kan? Walaupun orang-orang di dalam dan diluar sana lebih gampang bilang kalo yang gini-gini ya ga normal namanya.

Seumur hidup sampai 21 tahun ini, dulu saya ga ngerti sama apa itu "gay, lesbi", yang saya tahu cowok ya sukanya sama cewek,cewek ya sukanya sama cowok.
Sampai SMA pun saya ga pernah percaya sama gay or lesbian, saya pikir mereka hanya berimajinasi.

Sampai pada kenyataan, ya emang nyatanya begitu. 
Mereka ada. Dekat. Sangat dekat malah.

Dulu, saya pikir, gay berarti mereka laki-laki yang kewanita-wanitaan, dan yang lesbi adalah mereka wanita yang kelaki-lakian. 

Jadi, sampai sekarang, berdasarkan pengamatan, pengalaman mengenal seorang yang gay dan lesbi, semua itu ga terbukti. 

Kemarin, saya liat tweet siapa ya di twitter (lupa), yang bunyinya begini: "85 % wanita menyukai laki-laki yang berbadan kekar, tetapi 90% laki-laki yang berbadan kekar tidak menyukai wanita."

Dan juga biasanya di film-film yang ga sengaja saya tonton dan ternyata ada lesbi-lesbi dan gay-gay nya, perempuan yang anggun, cantik, but who knows they never love a man!

Secara pribadi, saya pernah bertemu mereka. Gay dan lesbi. Dan pernah mendengarkan mereka.

Well, tanpa embel-embel teori, dan menurut persepsi saya, latar belakang dan riwayat hidup mereka lah yang perlahan-lahan mengeser mindset mereka tentang siapa itu laki-laki dan siapa itu perempuan beserta nilai-nilai yang mereka temui sendiri. 
(ngerti ga? Ngertiin aja lah yaa, hehe).

Ada yang bilang, kalo anak laki-laki bermain dengan segerombolan anak perempuan di masa kecilnya, maka diduga kelak dia akan punya orientasi seksual sesana jenisnya.
Ada yang bilang, kalo anak perempuan terlalu sering melihat orangtuanya berantem atau menemukan kenyataan kalau ternyata papanya berselingkuh dari mamanya, di duga dia kelak akan jadi seorang yang tidak suka terhadap laki-laki.

Mereka, yang saya temui sendiri dalam hidup saya.
Ada yang secara terang-terangan mengakui, ada yang tidak berani menegaskan, dan ada pula yang mengakui ketika ditanya.

Di lingkungan ini, lingkungan yang katanya tempat orang-orang menggantung mimpi, cita-cita dan harapan,
lingkungan yang katanya tempat orang-orang pintar, 
lingkungan yang katanya tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai suku, agama, ras, dan latar belakang yang berbeda.
Di lingkungan inilah saya menemukan mereka.

Mereka yang sepertinya tidak pernah mau ambil masalah dengan kondisi mereka demikian, asalkan mereka bisa hidup selayaknya dengan apa yang mereka mau dan mereka nyaman dengan itu. Dan tentu saja, dengan mimpi-mimpi yang mereka tentukan dengan cara mereka sendiri.


Malaikat Tanpa Sayap


Cinta itu bukan masalah memiliki, tapi berani untuk pergi, atau ditinggal pergi.

Bahkan embun ga butuh warna untuk bisa dicintai oleh daun.

Persetan dengan pengkotak-kotakan, sekat-sekat yang berdiri tegak diantara manusia, toh hidup ini dunia maya orang dewasa, kita pura-pura tua untuk ngelewatinnya, atau pura-pura jadi anak-anak buat menghindarinya.

Kita memang hidup dalam sekat-sekat, pengotakan, pelabelan, dan saat label kita dicabut, kita bukan siapa-siapa lagi.

Pena Cinta


Menulis.

kita ingin menulis, tapi kadang bingung dengan apa yang ingin ditulis. Karena ingin terlihat tidak seperti tulisan yang ga berguna.

Saya, ingin selalu menulis, dengan kata-kata yang ingin saya tulis, tidak berkonsep, tidak beraturan, mengalir saja.

Entah benar atau ga, menurut saya, melalui tulisan kita bisa kenal dengan diri kita lebih dekat, otak, hati, dan tangan jadi lebih sinkron secara jujur. Tulisan bisa jadi pengganti mulut yang lebih sering ga sinkron dengan otak dan hati.

Saya senang menulis, dengan cara saya sendiri tentunya. 
Yang kadang-kadang kebanyakan ga mengandung makna tertentu, setidaknya tiba-tiba justru sering menjadi jawaban atas apa yang kita mau sendiri.

Saya suka mempelajari seseorang melalui tulisan, mungkin tulisan lebih jujur, karena itu tadi, kadang-kadang mulut, hati, dan otak bekerja secara tidak sinkron.

"lebih banyak menulis, kita lebih banyak memahami diri sendiri" -Djenar Maesa Ayu
"Menulislah dengan jujur, maka kau akan mendapatkan bentuk yang paling indah". -Alberthiene Indah

Teng teng teng! Agustus!


Agustus ini! Ini agustus!

Januari, februari, maret, april, mei, juni, juli, dan

Agustus ini! Agustussss! 

Tinggal butuh berapa jari lagi buat menghitung yang tidak pantas dihitung ini.

Agustus ini, agustussss!