pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 10 Agustus 2012

I guess.

"hebat ya, lo kan laki, tapi jago masak gini".
"elo tuh ya, ga boleh nunjukkin kalo lo bisa masak, it's so gay you know!"
"menurut lo, lo yang suka fitnes gini, itu ga so gay?"
“kok potong rambutnya pendek banget sih? Kayak lesbi tahu!”
Sepenggal kalimat ini saya dengar dari film yang barusan saya tonton,film lokal jadul yg iseng saya tonton sebagai efek status "pengacara" saya.

Nonton film ini, saya jadi mikir, saya jadi pengen kuliah psikologi, jadi pengen kuliah sosiologi atau antropologi, jadi pengen kuliah filsafat, dan jadi pengen bikin penelitian tentang mereka yang punya orientasi homoseksualitas.

Kalo dipandang dari agama, urusan gampanglah ya buat nyari jawabannya, walaupun saya juga belum ngerti sih sama apa yang pengen saya tanya tentang mereka.

Urusan agama, at last di ajaran agama saya, islam, mereka adalah berdosa.

Tapi saya jadi mikir,mereka toh udah digariskan dengan jenis kelamin mereka masing-masing, laki-laki dan perempuan. Keduanya menurut saya sudah punya magnet tersendiri.

Emang mau nanya apa? Tanya kenapa mereka bisa jadi homoseksualitas? Lesbi or gay.

Secara logika, mungkin ga ya mereka bersyukur atas orientasi mereka itu? Atau itu justru pilihan? Atau justru karena ga ada pilihan makanya mereka bisa mencintai sesama mereka.

Film indonesia, cokelat stroberi, quicky express, the butterfly, atau film2 luar,black swan, close, all my children, detik terakhir, arisan, red lights.
Yang menampilkan bagian mereka yang "gay or lesbi", yang kadang-kadang memberikan sedikit indikasi faktor mereka jadi seperti itu.

Well, "why?". Pertanyaan penting ga ya buat mereka.
May be yes, or may be no.

Bukan berarti mereka ga normal kan? I mean, bukan berarti mereka cacat kan? Walaupun orang-orang di dalam dan diluar sana lebih gampang bilang kalo yang gini-gini ya ga normal namanya.

Seumur hidup sampai 21 tahun ini, dulu saya ga ngerti sama apa itu "gay, lesbi", yang saya tahu cowok ya sukanya sama cewek,cewek ya sukanya sama cowok.
Sampai SMA pun saya ga pernah percaya sama gay or lesbian, saya pikir mereka hanya berimajinasi.

Sampai pada kenyataan, ya emang nyatanya begitu. 
Mereka ada. Dekat. Sangat dekat malah.

Dulu, saya pikir, gay berarti mereka laki-laki yang kewanita-wanitaan, dan yang lesbi adalah mereka wanita yang kelaki-lakian. 

Jadi, sampai sekarang, berdasarkan pengamatan, pengalaman mengenal seorang yang gay dan lesbi, semua itu ga terbukti. 

Kemarin, saya liat tweet siapa ya di twitter (lupa), yang bunyinya begini: "85 % wanita menyukai laki-laki yang berbadan kekar, tetapi 90% laki-laki yang berbadan kekar tidak menyukai wanita."

Dan juga biasanya di film-film yang ga sengaja saya tonton dan ternyata ada lesbi-lesbi dan gay-gay nya, perempuan yang anggun, cantik, but who knows they never love a man!

Secara pribadi, saya pernah bertemu mereka. Gay dan lesbi. Dan pernah mendengarkan mereka.

Well, tanpa embel-embel teori, dan menurut persepsi saya, latar belakang dan riwayat hidup mereka lah yang perlahan-lahan mengeser mindset mereka tentang siapa itu laki-laki dan siapa itu perempuan beserta nilai-nilai yang mereka temui sendiri. 
(ngerti ga? Ngertiin aja lah yaa, hehe).

Ada yang bilang, kalo anak laki-laki bermain dengan segerombolan anak perempuan di masa kecilnya, maka diduga kelak dia akan punya orientasi seksual sesana jenisnya.
Ada yang bilang, kalo anak perempuan terlalu sering melihat orangtuanya berantem atau menemukan kenyataan kalau ternyata papanya berselingkuh dari mamanya, di duga dia kelak akan jadi seorang yang tidak suka terhadap laki-laki.

Mereka, yang saya temui sendiri dalam hidup saya.
Ada yang secara terang-terangan mengakui, ada yang tidak berani menegaskan, dan ada pula yang mengakui ketika ditanya.

Di lingkungan ini, lingkungan yang katanya tempat orang-orang menggantung mimpi, cita-cita dan harapan,
lingkungan yang katanya tempat orang-orang pintar, 
lingkungan yang katanya tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai suku, agama, ras, dan latar belakang yang berbeda.
Di lingkungan inilah saya menemukan mereka.

Mereka yang sepertinya tidak pernah mau ambil masalah dengan kondisi mereka demikian, asalkan mereka bisa hidup selayaknya dengan apa yang mereka mau dan mereka nyaman dengan itu. Dan tentu saja, dengan mimpi-mimpi yang mereka tentukan dengan cara mereka sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar