"hebat ya, lo kan laki, tapi jago masak gini".
"elo tuh ya, ga boleh nunjukkin kalo lo bisa masak, it's so gay you know!"
"menurut lo, lo yang suka fitnes gini, itu ga so gay?"
“kok potong rambutnya pendek banget sih? Kayak lesbi tahu!”
Sepenggal kalimat ini saya dengar dari film yang barusan saya
tonton,film lokal jadul yg iseng saya tonton sebagai efek status
"pengacara" saya.
Nonton film ini, saya jadi mikir, saya jadi pengen kuliah
psikologi, jadi pengen kuliah sosiologi atau antropologi, jadi pengen kuliah
filsafat, dan jadi pengen bikin penelitian tentang mereka yang punya orientasi
homoseksualitas.
Kalo dipandang dari agama, urusan gampanglah ya buat nyari
jawabannya, walaupun saya juga belum ngerti sih sama apa yang pengen saya tanya
tentang mereka.
Urusan agama, at last di ajaran agama saya, islam, mereka adalah
berdosa.
Tapi saya jadi mikir,mereka toh udah digariskan dengan jenis
kelamin mereka masing-masing, laki-laki dan perempuan. Keduanya menurut saya
sudah punya magnet tersendiri.
Emang mau nanya apa? Tanya kenapa mereka bisa jadi
homoseksualitas? Lesbi or gay.
Secara logika, mungkin ga ya mereka bersyukur atas orientasi
mereka itu? Atau itu justru pilihan? Atau justru karena ga ada pilihan makanya
mereka bisa mencintai sesama mereka.
Film indonesia, cokelat stroberi, quicky express, the butterfly,
atau film2 luar,black swan, close, all my children, detik terakhir, arisan, red
lights.
Yang menampilkan bagian mereka yang "gay or lesbi", yang
kadang-kadang memberikan sedikit indikasi faktor mereka jadi seperti itu.
Well, "why?". Pertanyaan penting ga ya buat mereka.
May be yes, or may be no.
Bukan berarti mereka ga normal kan? I mean, bukan berarti mereka
cacat kan? Walaupun orang-orang di dalam dan diluar sana lebih gampang bilang
kalo yang gini-gini ya ga normal namanya.
Seumur hidup sampai 21 tahun ini, dulu saya ga ngerti sama apa itu
"gay, lesbi", yang saya tahu cowok ya sukanya sama cewek,cewek ya
sukanya sama cowok.
Sampai SMA pun saya ga pernah percaya sama gay or lesbian,
saya pikir mereka hanya berimajinasi.
Sampai pada kenyataan, ya emang nyatanya begitu.
Mereka ada.
Dekat. Sangat dekat malah.
Dulu, saya pikir, gay berarti mereka laki-laki yang
kewanita-wanitaan, dan yang lesbi adalah mereka wanita yang kelaki-lakian.
Jadi, sampai sekarang, berdasarkan pengamatan, pengalaman mengenal
seorang yang gay dan lesbi, semua itu ga terbukti.
Kemarin, saya liat tweet siapa ya di twitter (lupa), yang bunyinya
begini: "85 % wanita menyukai laki-laki yang berbadan kekar, tetapi 90%
laki-laki yang berbadan kekar tidak menyukai wanita."
Dan juga biasanya di film-film yang ga sengaja saya tonton dan
ternyata ada lesbi-lesbi dan gay-gay nya, perempuan yang anggun, cantik, but
who knows they never love a man!
Secara pribadi, saya pernah bertemu mereka. Gay dan lesbi. Dan
pernah mendengarkan mereka.
Well, tanpa embel-embel teori, dan menurut persepsi saya, latar
belakang dan riwayat hidup mereka lah yang perlahan-lahan mengeser mindset
mereka tentang siapa itu laki-laki dan siapa itu perempuan beserta nilai-nilai
yang mereka temui sendiri.
(ngerti ga? Ngertiin aja lah yaa, hehe).
Ada yang bilang, kalo anak laki-laki bermain dengan segerombolan
anak perempuan di masa kecilnya, maka diduga kelak dia akan punya orientasi
seksual sesana jenisnya.
Ada yang bilang, kalo anak perempuan terlalu sering melihat
orangtuanya berantem atau menemukan kenyataan kalau ternyata papanya
berselingkuh dari mamanya, di duga dia kelak akan jadi seorang yang tidak suka
terhadap laki-laki.
Mereka, yang saya temui sendiri dalam hidup saya.
Ada yang secara
terang-terangan mengakui, ada yang tidak berani menegaskan, dan ada pula yang
mengakui ketika ditanya.
Di lingkungan ini, lingkungan yang katanya tempat orang-orang
menggantung mimpi, cita-cita dan harapan,
lingkungan yang katanya tempat
orang-orang pintar,
lingkungan yang katanya tempat berkumpulnya orang-orang
dari berbagai suku, agama, ras, dan latar belakang yang berbeda.
Di lingkungan inilah saya menemukan mereka.
Mereka yang sepertinya tidak pernah mau ambil masalah dengan
kondisi mereka demikian, asalkan mereka bisa hidup selayaknya dengan apa yang
mereka mau dan mereka nyaman dengan itu. Dan tentu saja, dengan mimpi-mimpi
yang mereka tentukan dengan cara mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar