pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Selasa, 30 November 2010

saya tahu itu.


Pantai. Saya tidak tahu dimana itu. saya tidak tahu di pantai mana itu. setahu saya di kota kelahiran saya tidak mempunyai suatu tempat yang bisa dinamakan pantai.
Festival. Saya tidak tahu festival apa itu. festival tahun baru?, festival kembang api? Festival layang-layang di tepi pantai? Ya mungkin saja, yang jelas saya melihat beberapa teman-teman saya berkumul disana, ah entahlah sedang ada acara apa disana. Sejenak saya bersyukur bisa ikut berada disana, yah, seolah-olah saya memang masih tinggal di kota itu. saya rindu. Saya rindu akan moment-moment besar yang diselenggarakan di tempat itu. ya, anggap saja mungkin acara itu diadakan bertepatan dengan waktu liburan saya.

Ramai, tapi sepi. Itu yang saya rasakan. Sedang apa saya disini? Saya mengenal banyak orang tapi saya malas menyapa mereka. Bahkan beberapa orang disana saya kenal dengan sangat baik. Namun, mereka semua hanya memandangi saya, saya seolah-olah cuma orang asing yang lagi mampir kebetulan sedang ada acara disana.
Saya..
Sebenarnya sedang menanti seseorang, tapi lama, dia tak kunjung datang.
Jika dia datang, saya sangat yakin dia tidak akan membiarkan saya duduk sendirian disini, Cuma bisa celingak-celinguk, hidup saya bisa lebih bahagia jika dia datang (mungkin).
Lama, ya sudahlah, dia tidak datang.

Semua orang tertawa, semua orang suka cita, semua orang berdansa.
Aku, bergaya ala lionardo diCaprio yang seolah-olah sedang berdiri di tepi kapal, sambil memandang ke laut.
Saya bisa berdiri di balkon sambil memandang keceriaan orang-orang di pantai itu.
Saya melihatnya, saya melihatnya, bukan, bukan orang yang saya tunggu, tapi orang yang saya tidak tahu apakah saya juga menunggu dia atau tidak, menunggu apakah dia akan menemani saya atau tidak.
Dia melihat saya, tapi saya tahu dia berpura-pura tidak melihat saya.
Ya sudahlah, setidaknya saya sudah tahu jawabannya, berarti dia tidak akan menemani saya di keramaian ini.
saya lupa, teman-teman akrab saya berada di kota sana, saya mulai berpikir menyesal mengapa saya bisa memutuskan datang ke tempat ini.

Cuma memandangi orang-orang saja kerja saya daritadi.
Sampai ada yang datang lagi. Kali ini saya yakin bahwa saya sama sekali tidak menunggunya. Teman lama saya, teman yang pernah akrab dengan saya dulu, teman yang juga sering menanyakan keadaan saya ketika awal-awal saya pergi meninggalkan kota ini. Laki-laki. Teman belajar saya pada saat itu, teman diskusi saya pada saat itu, saya selalu ingat ketika saya berdua dengannya asik sekali mendiskusikan hasil perhitungan debet kredit saya dan dia di mata pelajaran akuntansi. Iya, keahlian dan kehobiannya pada akuntansi waktu itu, dia teruskan di bangku kuliah nya sekarang. Saya salut kepadanya, gagal ditahun pertama, dia coba lagi di tahun kedua, dan berhasil. Dia, yang sekarang menemani saya mengobrol di tengah keramaian. Lama sekali rasanya, saya tidak pernah mengobrol dengannya sedekat ini lagi. saya bingung apa topik selanjutnya, saya bertanya tentang kehidupan kampusnya. selanjutnya, dia begitu diam. Entah kenapa saya baru sadar ternyata selama ini saya lebih memilih akrab dengan laki-laki yang pendiam bukan yang banyak bicara.

Sampai malam, saya masih bertanya-tanya acara apa itu sebenarnya.
Sampai saya dan dia memandang ke arah laut dengan bebasnya. Saya masih berdua dengannya. saat menoleh ke arah pantai dari arah balkon, saya melihat dia yang tadi, berjalan menyusuri pantai sambil berpegangan tangan, dengan siapa? Saya memperhatikan wajahnya, saya tidak kenal siapa itu, wajah baru, tapi nanti pasti akan saya cari tahu, pasti !
lupakan wajah baru itu, saya beralih ke wajah yang satunya, kenapa murung? Bukankah dia sedang berjalan menyusuri pantai sambil berpegangan tangan? saya rasa itu adalah adegan romantis, berarti ada yang salah dengan berpegangan tangan itu. saya melihatnya, dia juga melihat saya, tapi gantian saya yang berpura-pura tidak melihatnya.

Kembali ke saya, saya begitu dekat dengan dia yang tadi sejenak saya abaikan,
Giliran saya yang berjalan menyusuri pantai dengannya, tapi tidak disertai dengan pegangan tangan.
Berbaring di pantai, memandang ke arah langit, mendengar suara ombak di ujung laut sana, memandang bintang di langit sana, saya sadar ternyata saya rindu akan dia.
Meskipun adegan tersebut menurut saya juga adegan yang romantis, obrolan saya dan dia masih di jalur yang benar,  obrolan sahabat yang ternyata sudah lama sekali tidak bertemu, saya senang, bisa berada dekat sekali dengannya, bahkan tidak pernah sedekat ini ketika dekat diwaktu yang dulu itu.

Malam dingin, saya dan dia kembali ke atas, atas mana itu? saya juga tidak tahu, tempat apa ini, yaa, anggap saja villa di tepi pantai itu.
Malam larut. Saat semua orang yang tadi bersenda gurau, yang tadi berdansa ria, yang tadi bercanda tawa, sudah tidak ada lagi disana, kemana? Mungkin sudah pulang.
Cuma saya berdua dengan dia, berdua saja, sambil berbaring mengarah jendela. Tetap mengobrol.
Saya yang tadi merasa menyesal kenapa bisa datang ke tempat ini, justru menjadi orang terakhir yang berada di tempat ini.
Tapi, saya merasa, ada orang lain, tidak cuma saya berdua dengannya.
Insting saya benar, di belakang saya masih ada manusia lain.

Dia yang tadi lagi!, kali ini dia benar-benar murung, bajunya yang tadi saya lihat lengkap dengan cardigannya dan blouse yang dia pakai saat berjalan menyusuri pantai tadi, sekarang dia hanya memakai kaos oblong sebagai dalaman dari cardigannya.
Dia memandang saya, saya rindu padanya, saya ingin memeluknya, saya tahu dia (mungkin) lagi sedih, saya ingin menawarkan pundak padanya. Tapi saya tidak melakukan apa-apa, saya menunggu dia mengeluarkan sepatah atau dua patah kata.
nina, sini deh, **** pengen cerita..” katanya.
Belum sempat saya jawab, dia lagi “nina kenal samo ***** dak?
Nama yang belum pernah akrab ditelingaku sebelumnya, berarti saya tidak mengenalnya.
idak ***, emang ngapo?”,
jadi gini nin ceritonyo, **** akhir-akhir ini dimarahin bapak terus, gara-gara…………
NIIIIINNN,, BANGUUNN…! Sholat subuh niiinn, udah jam setengah enaam!” teriak iik.
saya terbangun, iya terbangun.

Saya mulai berpikir tentang mereka tadi, apa artinya? Apa arti ini?
Apa yang ingin dia ceritakan tadi? Terputus karena saya tiba-tiba ditarik ke dunia nyata, bukan dunia mimpi.
Dia yang satunya, mungkin saya memang lagi rindu kepadanya, atau mungkin dia yang merindukan saya.
Sedangkan dia yang satunya lagi, saya khawatir, saya yakin dia memang sedang sedih sekarang, saya tahu itu. tapi saya tidak ingin bertanya apa-apa kepadanya, biarkan saja dia yang memutuskan untuk membaginya kepada saya atau tidak.
Tapi saya ingin dia tahu, bahwa saya selalu peduli terhadap apapun kondisi dia, saya selalu tidak peduli apakah dia akan peduli di setiap kondisi saya.
Dia sedih, saya ingin membantu, setidaknya bisa memahami seberapa dalam sedihnya dia.

Tapi, saya akan tetap diam. Tidak akan berbuat apa-apa. Saya rasa itu lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar