Seperti apa rasanya mengulurkan tangan, tetapi tidak dijabat?
Seperti apa rasanya ketika menyapa, tetapi tidak ditoleh?
Mungkin seperti itulah rasa sakitnya. Tapi ini lebih dari itu.
Lebih dari rasa perih yang akan dirasa ketika meneteskan air jeruk nipis di
atas luka koyak yang masih basah.
Seperti apa rasanya berpegang pada seulur tangan ketika hampir jatuh di
jurang, tapi tangan itulah justru yang melepaskannya.
Cukup tahu.
Selebihnya hanya Tuhan yang paling tahu.
Jika kau berjalan di suatu jalan yang panjang, jangan hitung berapa banyak
langkahmu.
Jika kau menggandeng tangan seseorang, jangan hitung berapa lama kau
menggandengnya.
Jika kau sedang berjuang, jangan hitung tetesan keringat dan airmata yang
jatuh di pipi dan bahumu,
Jika kau sedang memautkan hati, jangan hitung berapa lama kau memautkan hati
itu.
Jika kau sedang bersandar, disandar, dan menyandar terhadap seseorang,
jangan tanya berapa lama kau sudah melakukan itu.
Jawabnya pasti sudah tak terhitung, tak terhingga.
Lelah, bukan?
Jalannya begitu menanjak, dan jauh sekali.
Boleh istirahat sebentar?
Ah bukan, boleh berhenti?
Dimana tujuannya.
Lagipula selama ini jalan ini hanya bersisian, terlalu jauh untuk dilalui
sambil menggandeng tangan seseorang.
Panas, hujan, payungnya berbeda. Mana bisa sambil menggandeng tangan?
Hanya lelah.
Sebenarnya tidak sungguh-sungguh berhenti juga bisa.
Jika tenaga benar-benar pulih, dapat kembali berjalan.
Jika Tuhan mengizinkan, maka jalan itu akan
melebur menjadi satu, dimana kau bisa menggandengnya lagi, dan berjalan di
jalan yang sama tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar