Ada kalanya berpergian naik transportasi umum itu menyenangkan.
Ada kalanya berpergian sendirian itu menyenangkan.
Ada kalanya berpergian sendirian itu menyenangkan.
Hingga detik ini, saya bersyukur pernah hidup jauh dari orang tua, karena ternyata saat itulah kita diberi kesempatan untuk "benar-benar melek dan bernafas".
Dari lahir sampai menginjak bangku SMA, kebiasaan untuk kemana-mana ditemani mama, diantar-jemput papa, mengurus ini-itu dibantu orangtua, hidup jadi terlalu mudah dan...jadi ga asik setelah dipikir-pikir.
Saya jadi ga tau jalan, saya jadi ga gampang mengingat jalan, alhasil masih suka nyasar ditengah kota, nyengir sambil bilang "dimana nih gue?" di kota dimana elo dilahirkan dan dibesarkan.
Sampai kemana-mana harus sendiri, ngurus ini itu sendiri, nentuin makan sendiri, awalnya mungkin ngeri, tapi jadi asik.
And damn, why i miss it so much?
Saya masih ingat pertama kali perjalanan udara CGK-PLM-CGK-MES-CGK seorang diri.
Saya masih ingat pertama kali perjalanan darat Jkt-Plmb-Jkt seorang diri.
Saya masih ingat pertama kali perjalanan Depok-Bandung malam hari seorang diri, Depok-Karawang malam hari seorang diri.
Saya masih ingat pertama kali perjalanan kereta malam hari Bandarlampung - Palembang seorang diri.
Pertama kali naik KRL sendirian, naik busway sendirian, naik bajaj sendirian, naik taksi sendirian, naik patas sendirian.
I was such a girl who just going out from her bubbles world.
Gimana kalau pernah ngerasain hidup di luar negeri ya? Macam New York, London, Amsterdam, Los Angeles, Seoul? Wuhuuu serunya ga ketulungan kali ya.
Saya ingat, sebagian diikuti rasa takut, sebagian lagi dilalui dengan hati yang senang.
Biasanya naik angkot dengan rute lemabang-kalidoni dan sekitarnya,
jadi seneng
banget karena pernah hidup dengan slogan "tiada hari tanpa angkot" atau
"angkot'ers", walaupun naik transportasi umum kadang-kadang sebenarnya
tak sebahagia yang dibayangkan.
Tapi ketika kembali ke rutinitas dimana elo dengan mudahnya duduk diatas mesin dengan kendali yang elo pegang sendiri, yang siap membawa elo kemanapun lo mau, maka saat itulah naik transportasi umum bisa jadi membahagiakan.
Just like now.
Tulisan ini disponsori pengalaman saya naik Transmusi (busway nya kota Palembang, orang gaul sini menyebutnya "TM"), untuk ketiga kalinya, dan untuk pertama kalinya sendirian.
Pertama kali naik TM rame2 rombongan temen-temen yang notabene, saya adalah satu-satunya orang Palembang diantara mereka.
Pengalaman pertama plus bawa rombongan turis lokal mendadak, saya ga ngerti rutenya, tapi berhubung secara operasional dan teknikal sama seperti TransJakarta dan TransJogja, jadi ga keliatan udiknya. Hehe
.
Yang berbeda adalah Transjak dan Transjog beli tiketnya di shelter, sedangkan TM beli tiketnya di dalem busnya, bahkan sekarang ada SmartCard yang bisa diisi ulang, setahu saya KRL jabodetabek juga punya beginian, kalo transjak kurang tau deh. Hehe.
Yang berbeda adalah Transjak dan Transjog beli tiketnya di shelter, sedangkan TM beli tiketnya di dalem busnya, bahkan sekarang ada SmartCard yang bisa diisi ulang, setahu saya KRL jabodetabek juga punya beginian, kalo transjak kurang tau deh. Hehe.
Momen naik TM pertama kalinya sendirian ini tercipta karena motor yang biasa saya balapin *halah* lagi ga bisa dibawa.
Dari Jalan Merdeka, saya mau pulang.
Karena saya males nanya, jadi muncullah
naluri kesotoyan saya, saya pikir kalaupun nyasar, masih aman lah
karena di palembang ini, hahaa.
Hasil kesotoyan pertama, ternyata saya nunggu di halte yang salah.
Hasil kesotoyan kedua, harusnya transit, tapi dengan santainya saya nyelonong ngikutin rute koridor yang salah. Untung sadarnya cepet, haha.
Lucu, malu-maluin, tapi seru.
Keliatan kan siapa yang ga gaul di kota nya sendiri, hehe.
Senang naik TM, senang kena macet, senang ngeliat jalan dari atas TM, senang berdiri lama-lama, senang dengerin hebohnya orang palembang kalo lagi ngobrol, akhirnya besoknya memutuskan mau naik TM lagi (semoga ga dianggap sebagai suatu kesenangan yang aneh).
Sebenarnya naik transjak dan krl juga pernah sebahagia ini, asaaaaal.... kondisinya ga terlalu amat sangat overload sekali sampe ga bisa nafas.
Saking udiknya, saya moto-motoin jalan selama ada di dalem TM, moto-motoin sesuatu yang bisa dijadikan inspirasi. Senyum ke penumpang yang baru naik, dan ngajak ngobrol abang-abang kondekturnya.
Itulah salah satu yang saya suka kalo lagi pergi sendirian, more being my self, ga perlu jaim, ga perlu ngerasa bikin malu orang yang lagi pergi sama kita. What you wanna do, do what you want.
Pemandangan bagus ga cuma bisa kita dapetin dari jalan-jalan di desa, kiri-kanan sawah, depan belakang gunung, atas bawah sungai atau pantai,
"pemandangan indah" bisa juga kita nikmati di jalan-jalan ramai di kota, jika kita bisa tidak melulu memandang keindahan dari satu sisi saja.
Yang ga bisa kita nikmatin apabila nyetir sendiri karena harus full konsentrasi.
Yang juga ga bisa kita nikmatin apabila pergi dengan orang lain karena biasanya sepanjang jalan dihabiskan dengan beautychat.
Dibalik hujatan terhadap transportasi umum, bete karena padat, panas, lelet, riweh, dan keluhan-keluhan lainnya, kalau masih dinikmatin dan disyukurin, mudah-mudahan tetap jadi kebahagiaan tersendiri, bahagia yang sederhana pastinya.
![]() |
Salah satu hasil jepretan dari atas TransMusi, hehe |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar