pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Minggu, 16 Maret 2014

Virus Merah Jambu

"Kamu mau ga jadi pacar aku?" gimana bahasa aku, Mba?, tanya seorang lelaki ababil yang ngaku belum pernah pacaran ke gue.
Sekalinya naksir cewek, waktunya ga pas banget. Uh dasar waktu.

Aduuuuh, please. Itu bahasa SMP banget. 
Sebenarnya SMP sangat tidak dibolehkan untuk  pacaran. Bahaya.

"Kamu pengen banget pacaran ya?" tanya gue.
"Ga pengen sih Mba, takutnya ganggu jam belajar aku nanti. Tapi sekarang malah ga konsen belajar karna kepikiran dia trus."

Otak tiba-tiba memaksa gue ke memori beberapa tahunan lalu.

Masuk SMA, gue ikutan rohis.
Pengukuhan semaleman kerjaannya mengaji, dengerin tausiyah dan ceramah, nonton film jihad-jihad gitu, dzikir setiap saat, muhasabah, sholat malam, ngaji lagi, sholat lagi. Setiap pagi ngajinya di mushola. Setiap istirahat sempet rajin Dhuha. Setiap Jumat aktif ngikutin kegiatan. Setiap Sabtu Liqo.
Waktu itu rasanya tuh Lillahi ta'ala banget, semoga.

Setiap ngumpul dan diskusi, trending topicnya selalu tentang virus merah jambu.
Hati hati terkena virus merah jambu ya akhi wa ukhti.
Hmm, gue? Mungkin waktu itu menganggap merah jambu bukanlah sebuah virus tapi vitamin. Mungkin ya. Mendadak amnesia.

Tak lama, gue menemukan kenyataan bahwa ketua rohis dan ketua akhwatnya ternyata pacaran.
Iya. Siapa pacarnya ketua rohis? Ketua akhwat. Siapa pacarnya ketua akhwat? Ketua rohis.
Oke, dan gue semakin ga ngerti.

Masuk kuliah, gue semakin tak beranjak dari tak mengerti, atau lebih ke ga mau mengerti kali ya.
Lingkungannya juga manis asem asin banget.
Gue tetep lumayan aktif di FPI, eh maksudnya FSI (forum studi islam: lembaga dakwah fakultas) supaya pergaulan tetap terjaga.

Virus merah jambu ga lagi jadi trending topic.
Lebih ke perjuangan berdakwah. Tapi berhubung gue berada di divisi yang kerjaannya mengabdi ke masyarakat dan fokus kegiatan sosial, jadi tergolong kurang gaul untuk topik obrolan di dalam sana.

Sekali lagi, seiring aktivitas ala ala mahasiswa yang sok sibuk, gue semakin tenggelam, tanpa benar-benar mengerti apa bahaya virus tersebut.
Udah tau mataharinya keren, tapi gue masih gegayaan pake kacamata item. Menutup mata gue yang semakin sipit karena jarang "melek".

Seiring berjalannya waktu, gue akhirnya mengerti.
Wait, lagi-lagi yang jawab adalah waktu.
And you'll never ever understand until it happen to you.  Am i right?
Sekarang, di ujung umur 22, dan di ujung kepunahan virusnya, gue ditanya seorang ababil gimana cara yang baik buat minta seseorang biar mau jadi pacarnya.

"Mending lo mikirin UN dan ITB deh, bersabar tunggu 4 tahunan lagi (waktu lagi kan, kenapa lagi-lagi waktu). Lulus dan on the way to be Bos Pertamina, langsung tawarin jadi istri aja." jawab gue sambil mengibas jilbab.

Tapi, 4 tahun lagi udah 26 ya.
Ya sudahlah biarlah waktu lagi yang jawab. Semoga kali ini gue benar-benar mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar