pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Rabu, 08 Desember 2010

Menunggu redanya Hujan dan terbitnya Pelangi


Hujan, kau ingatkan aku, tentang satu rindu
Rindu pada mereka yang juga merindukan hujan. Dengan harapan bahwa sesudah turunnya hujan sang pelangi akan datang.
Pelangi yang datang menenangkan setelah derasnya hujan.
Pelangi yang datang mewarnai kelamnya langit.
Pelangi yang datang mewarnai hidupku.

Hujan.  “aku selalu bahagia saat hujan turun
Mungkin benar, mungkin juga tidak.
Hujan, disini aku sedang menunggu, menunggu pelangi.
Menatapmu hujan, memandangmu hujan.
Disini, di sebuah teras gedung perpustakaan.

Kau hujan, mengapa hari ini turun terus menerus?
Tapi aku selalu menunggumu.
Aku tidak berpura-pura menatapmu. Aku memang menatapmu.
Hujan, hari sudah semakin sore. Aku khawatir kau tidak jua berhenti hingga matahari pulang.
Dan itu artinya pelangi itu tidak akan datang.
Karena hari sudah gelap. Oh, sudah gelap?
Berarti pelangi tidak akan mewarnai  hidupku disaat hari sudah gelap ya?
Tersadar.

Ternyata pelangi hanya datang mewarnai jika hariku memang masih terang. Lalu siapa? Bintang? Ah bintang terlalu banyak  hingga aku ragu mana bintang yang sesungguhnya memang untukku.
Sekarang malam. Matahari sudah tidak ada.
Aku masih menunggu.
Mungkin akan muncul pelangi di malam hari.
Ah, mustahil.
Mana mungkin pelangi muncul di malam hari, buang –buang waktu saja aku menunggunya.
Iya, menunggu pelangi adalah sia-sia, setelah hujan turun, pelangi belum tentu datang, apalagi hujan talk kunjung berhenti. Sampai malam.
Berarti pelangi tidak abadi ya?
Lalu apa yang abadi?
Matahari..? tidak juga, matahari hilang jika malam.
Bulan? Tidak juga, bulan hilang jika pagi.
Bintang? Tidak juga, bintang hanya ada di saat malam
Kadang-kadang sinarnya tidak cukup terang untuk malam yang kadang-kadang terlalu pekat untuk dilewati.
Berarti memang tidak ada yang abadi.

Malam lagi.
Aku masih duduk menunggu hujan menunggu ketidakpastian.
Aku bersandar di bahunya.
Bahu seorang teman.
Bercerita. Berbicara.
Di tengah redupnya hari, dan mendungnya pikiran, dan dinginnya hujan.
Kami bercerita. Tentang apa saja yang ingin kami ceritakan.
Kadang –kadang satu pendapat, kadang- kadang tidak. Wajar.
Belajar dari ceritanya, dan belajar dari ceritaku.
Memahami.
Hatiku dan hatinya, tidak ada yang tahu sedang merasakan apa.
Semakin malam semakin dingin.
Hujan tak kunjung berhenti dan pelangi sudahlah jangan diharap lagi.


ku mampu bertahan, dengan separuh cintaku, biarkan rasa sakit di hati, hujan nanti yang akan membasahi”


(06 desember 2010, slasar MBRC FISIP UI, 16.00-19.00 wib)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar