Hujan. Deras.
Angin di hari- hari terakhir tahun ini benar-benar lembab. Lembab seperti batu
berlumut yang terpojok bertahan di tengah derasnya aliran air sungai, lembab
seperti daun yang gugur di tengah hutan yang lebat, lembab seperti ruang hampa
yang tidak dihuni selama ratusan tahun, lembab seperti embun yang membasahi
jendela di pagi hari. Selembab hatiku.
Desember ku, 2010
ku, 50 jam 15 menit lagi akan berakhir, dan aku masih disini, seperti kura-kura
yang ingin mengejar larinya kelinci, tapi tak bisa karena terlalu lambat
berjalan. Kelinci yang bahkan bukan sesuatu yang hebat, hanya sesuatu yang
selalu ingin menang, masih saja kura-kura ingin mengejarnya, padahal kelinci
bukan siapa-siapa, kelinci tidak hebat. Dasar kura-kura bodoh. Kura-kura malah
lebih hebat, bisa BERTAHAN hidup selama ratusan tahun, walaupun jalan nya yang
lambat, bahkan tidak mampu menyamakan satu perseribu nya kecepatan kelinci.
Tapi justru kelinci yang harusnya kalah dari kura-kura, kelinci yang hanya
mampu BERTAHAN hidup dalam hitungan bulan, bahkan tidak mampu menyamakan satu
per seribunya usia kura-kura. Tapi tetap saja kura-kura selalu ingin mengejar
kelinci. Kura-kura dan kelinci tidak pantas di adu, tidak pantas di baik buruk
kan, keduanya berbeda. Ah, aku benci berbeda. Tapi itulah kenyataannya, memang
berbeda, tapi aku tetap saja benci dengan berbeda. Tapi itulah lagi
kenyataannya. Kura-kura tahu tidak? Entah sekarang Tuhan ada dimana, aku yakin
Tuhan tidak akan menciptakan ciptaannya jika tidak berbeda. Tuhan menciptakan
makhluk dengan rezekinya masing-masing. Lebihnya pun rezekinya. Kurangnya pun
rezekinya. Tidak ada yang hanya punya lebih. Tidak ada yang hanya punya kurang.
Semua sama. Oh, akhirnya aku menulis kata sama. Tapi tetap saja berbeda.
Mungkin bukan sama lebih tepatnya, teradil.
Desember ku,
2010 ku, 50 jam 13 menit lagi akan berakhir, dan aku disini seperti si buruk
rupa yang selalu mengeluh akan rupanya, seperti buruk rupa yang sedang meratapi
sepinya, seperti buruk rupa yang sedang meratapi rananya. buruk rupa tahu
tidak? Entah Tuhan sedang ada dimana sekarang, aku yakin Tuhan sudah menyiapkan
kebahagiaan sekarang untukmu nanti. Aku yakin lagi, bahwa Tuhan tidak akan
menguji ciptaannya jika tidak bisa di uji. Tuhan menciptakan makhluk dengan bahagianya
masing-masing. Di balik rupamu yang buruk, jika hatimu yang kau rias, maka
Tuhan akan memberimu cantik, bahkan lebih cantik dari seorang yang paling
cantik dari yang tercantik di dunia ini. Sekarang atau nanti. Banyak atau
sedikit. Oh bukan, kebahagiaan tidak bisa diukur banyak atau sedikit. Tapi
tetap saja berbeda. Mungkin bukan banyak atau sedikit lebih tepatnya, tak
terhingga.
Desember ku,
2010 ku, 50 jam 10 menit lagi akan berakhir,
dan aku disini seperti burung yang baru saja patah sayapnya, burung yang
ditinggal koloninya, burung yang tidak berdaya ketika mencoba kembali terbang,
ketika mencoba kembali mengepakkan sayapnya, burung yang terhempas ke tanah
dari ketinggian yang tinggi, burung yang hanya bisa mengharap kedatangan
seorang manusia berbaik hati untuk sekedar merawat dirinya, setidaknya
merawatnya hingga sayapnya pulih kembali. Dengan tidak menaruh harapan bahwa
suatu saat burung bisa kembali terbang bebas lepas di langit. Burung telah berjanjii
bahwa dia akan ikhlas jika sang manusia tidak melepas nya ke alam bebas tapi
justru merawatnya dalam sebuah kurungan, entah itu terbuat dari emas atau pun
bukan, burung hanya ingin berterima kasih, burung hanya ingin setia, burung
hanya ingin menghargai. Burung tau tidak? Entah Tuhan ada dimana sekarang, aku
yakin Tuhan memang sudah menetapkan tempat yang terbaik bagi makhluknya, bagus
atau tidak, mewah atau tidak. Jika itu tempatmu sekarang, maka itulah tempat
yang telah ditetapkan Tuhan untukmu. Di balik sayapmu yang patah, jika hatimu
yang kau jaga, Tuhan akan memberimu kuat, bahkan lebih kuat dari sayapmu dulu
atau lebih kuat dari yang paling kuat dari yang terkuat. Mungkin bukan mewah
atau tidak atau bagus atau tidak lebih tepatnya, terbaik.
Desemberku, 2010
ku, 50 jam 3 menit lagi akan berakhir, dan aku masih disini seperti seorang pemulung
yang sedang beristirahat di pinggir jalan, seperti pemulung yang sedang mengais
tempat sampah berharap menemukan sesuatu yang dianggap orang tidak berharga
namun bisa jadi sangat berharga baginya, seperti pemulung yang menyeka
keringatnya dengan tangannya sendiri yang kotor, lalu bercampur dengan
keringat, lalu keringatnya juga kotor, apalah arti kotor bagi seorang pemulung,
kotor adalah bagian dari perjuangan hidupnya, jika takut kotor dia tidak hidup,
jika takut kotor dia tidak akan mendapatkan uang, maka pemulung akan mati. Pemulung
hanya ingin berjuang sendiri, berjuang dengan tidak mengambil apa yang bukan
miliknya, mencoba memberi penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap apa yang
sudah tidak dihargai oleh orang lain. Pemulung tahu tidak? Entah dimana Tuhan sekarang,
aku yakin Tuhan sudah memberikan kedudukan terbaik bagi setiap makhluk
ciptaannya, terhormat atau tidak, miskin atau kaya. Jika seperti itu kau
sekarang, maka itulah kedudukan yang telah ditetapkan Tuhan untukmu. Pemulung bukan
tidak berusaha, pemulung bukan malas, pemulung bukan tidak mau berjuang lebih
keras lagi. Tuhan pasti punya kedudukan yang mulia bagimu jika kau tidak
mengurangi kodratmu. Jika hatimu yang kau kayakan, maka kau akan kaya bahkan
lebih kaya dari orang paling kaya dari orang yang terkaya di dunia ini. Mungkin
bukan kaya atau miskin tepatnya, termulia.
Desember ku,
2010 ku, 49 jam 47 menit lagi akan berakhir.
Tuhan, aku mohon
Ampun.
aku cuma kura-kura,
cuma buruk rupa, cuma burung yang sayapnya patah, cuma pemulung.
Siapa aku
setahun ini Tuhan? Apa aku setahun ini Tuhan? Mengapa aku setahun ini Tuhan? Bagaimana
aku setahun ini Tuhan? Kapan aku setahun ini Tuhan? Dimana aku setahun ini
Tuhan?
Hujan. Deras, angin
di hari-hari terakhir ini benar-benar dingin. Dingin seperti kumpulan molekul
di lautan luas itu, dingin seperti tubuh mayat yang sudah lama mati, dingin seperti
lamanya kau menyentuh molekul air yang sudah membatu, sedingin hatiku.
Desember ku,
2010 ku, 49 jam 35 menit lagi akan berakhir.
Aku memandang ke
arah wajah jendela. Basah karena rembesan air hujan-Mu yang deras.
Aku memandang ke
arah wajahku sendiri. Basah karena rembesan air mata ku yang juga deras.
Tuhan, aku mohon
Ampun, atas nikmatku yang bukan kehendak-Mu, atas ulahku yang bukan seruan-Mu,
atas lalaiku yang bukan disiplin-Mu,
Tuhan, aku serah
syukur, atas adanya kura-kura yang jalannya lambat itu, si buruk rupa itu,
burung yang sayapnya patah itu, pemulung dengan keringat kotornya itu.
Desember ku,
2010 ku, 49 jam 26 menit lagi akan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar