pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Kamis, 18 Agustus 2011

Sop Daging

Nada pesan masuk berbunyi.
Hanya bertuliskan namaku. Aku sudah tau.
Pasti dia yang mengirimkan pesannya. Sudah pasti dia. Aku tersenyum saat memang namanya yang tercantum di info pengirim.
Hari ini, aku janjian bertemu dengannya. Sudah lama tidak bertemu, yah sekitar enam bulanan sejak kami bertanding di arena bowling waktu itu.

Aku masih menganggapnya spesial. Walau masih kudengar suara-suara yang mengatakan bahwa dia sombong, sok pintar, sok tajir dan sok ekslusif.
Whatever, karena, dia sudah pasti menjadi orang yang pertama kali mengajak saya ketemuan jika telah tahu bahwa aku kembali singgah di kota ini.
Dan karena, dia juga sudah pasti menjadi orang yang pertama kali marah jika tidak diberi kabar kesinggahan aku di kota ini.

Dia cerdas, menurutku. Aku selalu memperhatikan gayanya bercerita. Khas. Memang selalu terlihat sedikit meninggikan diri, but aku pikir itulah ciri kecerdasannya.
Sore ini, kami bertemu. Seperti biasa, aku selalu sedia dengan senang hati untuk singgah menjemputnya, tanpa sekalipun aku pernah dijemput olehnya.

Dia terlihat sedikit berbeda. Mungkin timbunan lemaknya sedikit berkurang. Aku pun selalu mau diajak kemanapun dia mau. Hingga matahari digantikan oleh bulan, kami menyusuri jalanan. Bau tanah dan aspal yang lembab bisa kami rasakan setelah hujan sore tadi.

Matic-ku membawa kami terus menyusuri jalan. “aku mau kayak dedek itu aah” katanya sambil menirukan tingkah anak kecil yang di bonceng laki-laki dewasa tepat di depan kami.
Mungkin ayahnya. Kulihat tangannya melingkari pinggang sang ayah. Aku tidak merespon apa-apa. Kubiarkan dia meniru si anak kecil itu. Satu lagi ke khas annya. Aku suka.

Aku pesan sop daging untuk makan malamku. Entah kenapa aku yang tidak suka makanan berkuah tiba-tiba pesan menu itu di restoran Chinese food ini. Dia memesan menu yang sudah bisa ku terka. Fuyunghai. Ini semakin membuatku sadar bahwa kami sedang ada restoran Chinese food. Dan aku belum mendapat jawaban kenapa aku memesan menu sop daging.

Kami terus bercerita. Tidak peduli bagaimana aku berjuang menghabiskan makanan yang rasanya hambar ini. Cerita biasa, cerita sehari-hari, apa saja yang terjadi selama kami tidak bertemu. Kadang tertawa, kadang serius, kadang garing. Dia begitu antusias bercerita. Berbeda denganku yang hanya antusias mendengarkan namun tidak antusias membagi cerita.

“kok ga pernah cerita-cerita ke aku sih”, kudengar nadanya sedikit kecewa. Ku dengar cerita demi ceritanya. Kampusnya, pekerjaan sampingannya, hobinya, dan cintanya. Entah kenapa, aku memilih untuk tidak banyak membagi ceritaku padanya. Tapi satu raguku padanya. Aku harap semua antusiasnya padaku bukan karena siapa aku sekarang. Dan bukan karena siapa aku dulu dimatanya. Aku ingin, semua karena aku adalah aku. Aku bukan dengan siapa aku dulu hingga sekarang.

Penghargaannya padaku seperti ini, akan aku balas dengan penghargaan yang lebih tinggi padanya suatu saat nanti.
Janjiku dalam hati.
Kami kembali menyusuri jalan.
Begitu dingin udara malam ini. Usai hari ini.
Usai pertemuan dengannya. Sesaat sebelum aku bertolak, aku mendengar sahutannya, “ntar kita ketemu lagi ya, hati-hati di jalan, love you”,

Aku tidak menjawabnya. Hanya tersenyum melambaikan tangan. Begitu indah. Seindah janji dalam hatiku padanya.


















15 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar