pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 12 Oktober 2012

RT @ac_firmansyah

RT : Ibu terkadang lebih rindu anaknya sakit, karna ketika sakit sang anak pasti akan pulang dalam pelukannya. 

RT : Kata" yang selalu dilontarkan saat beranjak pergi. "Hari ini ke kampus? Pulang KAN nanti?" 
RT : Ktk kt smpai drmhh.hal prtma yg ingn dlkukn s'orang ibu a/ crtadg anak'a.Krn itu slh satu cara s'org ibu u/ mmbagi hati'a 

RT : Terkadang kita rela mendengarkan curhatan sabahat" kita berjam"..tapi mendengarkan curhatan ibu? 

RT : Ciuman, pelukan, senyuman kita kepada ibu memberikan gelombang yg entah bagaimana cara'a mmbrikn kekuatan kebagiaan kpdny 

RT : Coba lihatlah sorot matanya.. Terkadang ibu sangat ingin anaknya meluangkan waktu sehari saja dirumah bersamanya. 

RT : Knp kita trkdg brhrp ibu mngutarkn rasa cinta'a mlalui ucpan.Tidak ckpkh plukan'a, prhatian'a, grkn tubuh'a,pndgn mata'a? 

RT : Lihatlah, org yg slama ini makan paling akhir, tidur paling akhir, menerima paling akhir. Ibu kan? 

RT : Sedangkan siapa yg bangun paling awal, nyuci piring lebih awal, melakukan segala'a paling awal. Ibu juga kan? 

RT : trkdg, begitu cemburu hati ini melihat anak kecil dg mudahnya blg "aku cinta ibu karna Allah".. Sedangkan kita? Malukah?

RT : Oh iya 1 lg, percaya atau ngak.. Makanan favorit seorang ibu adalah masakan dari anaknya sendiri. :D 

RT : Ayo yg kngn sama ibu'a..Ga hrs pulang kok.Tinggal sms atw telpon blg "aku cinta ibu karna Allah".Pst beliau akn bhgia.. 

 copied from : timeline profil twitter 


Cukup Satu Ini..

kali ini,

untuk dia yang saya taruh hati padanya saat ini, 
dia yang diam-diam saya sebut namanya di setiap doa sunyi di dini hari, 
dia yang mungkin kalau saat ini sebuah hal yang sedang saya jalani tanpa dia bisa berantakan, 

dia yang membuat gejala ini krusial sekrusial krusialnya, 
dia yang sekarang jadi laki-laki yang paling saya kagumi, 
dia yang membuat saya mencoba tegukan kopi selain cappucino agar tau kopi apa yang dia minum, 

dia yang khusus untuknya saya tidak pernah bisa berpikir objektif, 
dia yang membuat saya tak takut bermimpi, 
dia yang membuat waktu berbagi bersamanya adalah hal terbaik, 
dia yang sejalan, 
dia yang bahkan sebuah pesan profesional darinya saja bisa bikin saya tenang, 
dia yang diam-diam saya cari tiap hari, 
dia yang saya suka tawanya, 
dia yang saya nikmati setiap kebiasaanya, 

dia yang membuat saya bersyukur pernah terlahir di dunia ini dan menemukannya kini, 
dia yang saya gantungkan banyak mimpi bersamanya, 
dia yang menyempurnakan semua kekurangan yang ada, 
dia yang membuat saya susah berhenti menuliskan semua kalimat ini, 

tapi dari semua dia, 
dia juga yang membuat saya tahu diri, 
bahwa mengharapkan bersamanya lebih dari apa yang kita jalani sekarang itu gak mungkin,
 
dan untuk dia yang saya masih rasanya belum cukup semua kalimat di atas, 

untuk dia, ya untuk hai kamu,

saya berhenti bercerita tentang kamu pada dunia, 
pada satu postingan ini.

karena saya lebih takut kehilangan keberadaan kamu. 
saya lebih takut saya makin jatuh dan suatu saat akan benar-benar sadar bahwa tidak semua hal harus memiliki.
ya saya lebih takut.

buat kamu, jangan takut, 
saya tau resikonya, 
saya tau etikanya, 
tapi sampai saat ini hati dan jari saya memang tidak peduli. 
tapi baru kali ini ada kepedulian yang tulus dan jujur,

jadi cukup satu ini saya berbagi, karena kali ini saya takut berbagi bisa membuat saya kehilangan dia. kehilangan kesempatan untuk saling memiliki.

cukup satu. 

re-write from: Laila "Lele" Nurazizah

Cermin

Tuhan, aku punya cermin.
Cermin ini mampu membuatku percaya diri dengan apa adanya aku.
Setiap pagi dan malam, 
magnetnya menarikku untuk selalu menyapanya.

Pernah ia jatuh, lalu retak.
Belum Tuhan izinkan ia menjadi pecah dan hancur.
Maka aku abaikan retaknya, Tuhan.

Cermin ini masih membuatku percaya diri, 
tidak peduli dengan retak besarnya itu.
Karena aku masih melihat aku yang seperti aku, 
percaya diri dengan aku sendiri.

Cermin ini, dia tidak renta, Tuhan.
Suatu pagi, ketika aku ingin menyapa cerminku, aku tiba-tiba bosan.
Seketika aku melihat bayangan diriku sendiri, 
tapi entah mengapa aku merasa diriku jelek sekali.

Untuk pertama kalinya cermin ini tidak membuatku percaya diri.

Aku marah, maka aku menghempaskan tinju padanya.
Aku berdarah, Tuhan.
Perih, Tuhan.
Cermin ini membuatku berdarah, tapi salahku sendiri, Tuhan.

Maka cerminnya pecah.
Hancur dan terbelah.

Aku coba kembali melihat bayanganku, tapi begitu jelek.

Aku tidak percaya diri lagi, Tuhan.

Bisa aku perbaiki cermin ini, Tuhan?
Atau aku harus menggantinya dengan cermin baru, Tuhan?

Bisakah cermin baru nanti mengembalikan percaya diriku, 
dan meng-apa adanya-kan aku, Tuhan?

Tidak Tahu

Mengapa kita suka menertawakan sesuatu yang dianggap semua orang serius?
Mengapa kita suka membicarakan sesuatu yang orang lain tidak bicarakan?
Mengapa kita menganggap aneh terhadap hal yang justru dianggap lucu oleh semua orang?
Mengapa kita menangis saat semua orang merasa bahagia?
Mengapa kadang kita ingin berbahagia, ketika semua orang menangis?
Mengapa kita lebih suka berada sendiri, ketika semua orang ingin berada di keramaian?
Mengapa kita lebih memilih diam ketika semua orang berebut untuk berbicara?
Mengapa kita lebih memilih berbelok, saat semua orang berjalan lurus?
Mengapa kita mengatakan “tidak” ketika semua orang begitu yakin mengatakan “iya”?
Mengapa kita berkata “mungkin” ketika semua orang begitu yakin berkata “tidak mungkin”?
Mengapa kita tetap ingin hujan turun, saat semua orang sudah bosan dengan hujan?
Mengapa kita suka memaksa? Padahal kita tahu persis rasanya dipaksa.
Mengapa kita masih merindu? Padahal kita sudah saling membenci.
Jika menganggap kita bertemu dan dipertemukan oleh cinta, maka aku tidak setuju.

Lantas?
Ini “tidak tahu” kesekian.

Tidak ada alasan dan jawaban atas tanda tanya.
Hanya tidak tahu.

Badui Trip #selesai

Sampai di suku badui, 
kami disambut oleh yang punya rumah tempat kami menginap yaitu rumah Kang Alim
 
Masyarakat badui sungguh ramah, 
tapi tidak banyak dari mereka yang bisa berbahasa Indonesia. 
Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Sunda kasar.

Mereka hanya mempunyai dua baju, 
baju putih dan baju hitam yang mereka jahit sendiri. 
Dan mereka tidak boleh menggunakan alas kaki.

Kami dilarang membuang sampah sembarangan, 
dilarang menyalakan segala macam alat digital dan eletronik, 
dilarang menggunakan sabun dan bahan kimia lainnya di lingkungan mereka, terutama di hutan dan di sungai, 
dilarang masuk ke kawasan tempat tinggal “pu’un” yaitu kepala suku mereka, 
dan dilarang masuk ke “hutan terlarang”.

Setelah bengang-bengong sebentar, saya berlima tias, Kak Angga, Kak Siti, Kak Nabil jalan-jalan ke sungai.

Yang unik, sungai mereka terbagi menjadi dua bagian, 
yaitu bagian laki-laki dan bagian perempuan.

Mereka mandi tidak menggunakan bilik. 
Saya sempat shock pas ngeliat ada ibu-ibu badui yang mandi di sungai tanpa sehelai apapun, sementara di ujung sana ada cowok. Astaga.

Perempuan-perempuan badui menurut saya cantik-cantik, 
untuk ukuran orang pedalaman loh yaaaa..

Pemuda-pemudi badui rata-rata sudah menikah pada usia 15 tahun. 
Pernikahan hanya dibolehkan sesama mereka, 
badui dalam harus sesama badui dalam, 
badui luar harus sesama badui luar. 

Jika badui luar harus menikah dengan badui dalam, 
maka pihak badui dalam harus tinggal di badui luar setelah mendapat nasehat dari sesama badui dalam. 
Tapi, pernikahan yang tidak terjadi antara mereka sendiri itu sangat jarang terjadi.

Mereka bekerja sebagai peternak dan membuka sawah atau ladang, 
hasil dari pertanian akan mereka disimpan dalam rumah tersendiri.

Rumah masyarakat badui dalam semuanya memiliki bentuk yang sama. 
mereka membangun rumah tanpa menggunakan paku, dan hanya disambung dan diikat menggunakan bambu.
 
Dulu, mereka belum mengenal uang, 
tapi sekarang sudah mengenal uang, 
bahkan mereka juga membuat kerajinan tangan yang bisa dijual kepada para pendatang.

Kehidupan mereka begitu bersahaja.

Karena tidak ada listrik, malam hari di pedalaman badui sungguh sepi.

Malam hari, saya dan Kak Siti dan Kak Nabil pergi ke sungai untuk bersih-bersih, 
karena malam hari adalah waktu yang paling aman, walaupun agak serem ya.

Di sungai dekat hutan, baru kali ini saya melihat cahaya alami dari bulan.
Tidak ada penerangan apapun kecuali dari bulan. 
Indah banget.
Nyanyian jangkrik yang begitu ramai didalam hutan. 
Dan ratusan kunang-kunang menari-nari dengan cahayanya yang indah. 

Sepanjang perjalanan ke sungai di malam hari diiringi alunan alat musik tradisional anklung yang dimainkan di dalam rumah oleh masyarakat badui. 
Benar-benar symphony yang indah.

Masyarakat badui tidak sekolah, 
mereka tidak ingin menjadi pintar, 
karena menurut mereka pintar akan membawa dampak yang buruk bagi dunia nantinya. 

Mereka juga dilarang naik segala sesuatu yang mempunyai mesin.
Kalau mau kemana-mana, mereka jalan kaki, tanpa alas kaki tentunya.
Mereka pernah ke Jakarta jalan kaki, 
menghabiskan waktu dua hari dan mereka tidak pernah membawa uang.

Malam hari di pedalaman badui sungguh dingin. 
Bahkan Kak Nabil yang udah sering banget naik gunung bilang kalau suhu di pedalaman badui ini lebih dingin dari suhu gunung yang pernah ia daki.

Malam itu, hidung saya meler, ga bisa nafas saking dinginnya,
Untuk pertama kalinya dalam hidup, 
saya tidur dengan dengan empat lapis kain tebal.

Baju dalam tebal, baju kaos tebal lengan panjang, 
plus 2 lapis jaket tebal, kaos kaki 2 lapis, kepala dilindungi oleh jilbab, kupluk jaket 2 lapis, bahkan muka yang masih diterpa angin malam saya tutup pake topi. 
INI JARANG TERJADI.
Allahuakbar dinginnya. Alamak..

Malam hari di pedalaman badui sungguh terasa panjang, 
karena jam 8an semua udah bersiap tidur, karena selain udah capek, jam segitu udah mati gaya karena ga ada hiburan sama sekali.

Pagi hari di badui sangat hangat, wangi hutan begitu terasa.
Pagi ini, rombongan bersiap pulang, karena ditargetkan malamnya harus sudah sampai Jakarta lagi.

Eng in eng…

Ini diaaa. Siapin mental mendaki gunung lewati lembah lagi..
Kali ini perjalanan melewati badui luar dan lebih jauh.
Harus jalan kaki sekitar 14 km, dengan trayek menanjak rata-rata 70 an derajat bahkan ada yang hamper 90 derajat.
Allahuakbar!

Setelah mendaki gunung lewati lembah selama 5 jam jalan kaki, 
akhirnya sampai di Ciboleger, 
lalu satu jam menuju rangkas bitung naik minibus 
dan  3 jam menuju Jakarta naik kereta ekonomi 
dan 1 jam menuju depok naik commuterline.
Alhamdulillah selamat.

Selama perjalanan mendaki gunung lewati lembah, 
saya banyak memetik pelajaran.

Dalam hidup, jalan memang penuh dengan tanjakan, 
tapi jika dilalui dengan pelan dan hati-hati, 
maka setelah tanjakan pasti akan ada turunan lalu bertemu dataran lagi. 
Begitu seterusnya.

Jika bertemu tanjakan, 
janganlah lihat seberapa tinggi dan panjang tanjakan itu, 
hanya menunduk hati-hati dan teruslah berjalan.

tak jarang saya temui jalanan begitu sempit, 
sebelah kiri dinding bukit dan sebelah kanan jurang besar.

Kita hanya perlu yakin dan hati-hati serta berdoa, 
maka jalanan itu pasti bisa kita lewati.
Jika kita gegabah dan pesimis, 
maka jalanan sempit itu akan membuat kita terpeleset 
dan bisa-bisa jatuh ke dalam jurang yang besar.

Pemandangan selama mendaki gunung lewati lembah pedalaman badui begitu indah.
Masyarakat badui senantiasa menjaga alam sekitar mereka agar tetap terjaga. 

Amanat buyut masyarakat suku badui

Mereka tidak atau mungkin belum terpengaruh perkembangan dunia luar.
Alam ciptaan Allah sungguh luar biasa. Subhanallah.

Berjalan ke pedalaman badui, saya begitu merasa kecil, 
Allah begitu luar biasa menciptakan bumi beserta isinya yang memiliki guna dan manfaat bagi makhluk hidup didalamnya tanpa terkecuali.

Tapi justru manusia sendiri yang tidak menjaga lingkungannya.

Diatas langit, masih ada langit, dan dibawah tanah masih terdapat lapisan tanah lagi.
Maka, nikmat Allah mana yang berani kita dustakan?

berikut beberapa dokumentasi selama Badui Trip

Salah satu track tanjakan                                                                  




Salah satu track turunan





























Orang badui (baju putih)
Foto bersama Komunitas Kompas Khatulistiwa dan orang Badui (baju putih dengan ikat kepala) #BaduiTrip