Sampai di suku badui,
kami disambut oleh yang punya
rumah tempat kami menginap yaitu rumah Kang Alim.
Masyarakat badui sungguh ramah,
tapi tidak banyak dari
mereka yang bisa berbahasa Indonesia.
Sehari-hari mereka menggunakan bahasa
Sunda kasar.
Mereka hanya mempunyai dua baju,
baju putih dan baju
hitam yang mereka jahit sendiri.
Dan mereka tidak boleh menggunakan alas kaki.
Kami dilarang membuang sampah sembarangan,
dilarang
menyalakan segala macam alat digital dan eletronik,
dilarang menggunakan sabun
dan bahan kimia lainnya di lingkungan mereka, terutama di hutan dan di sungai,
dilarang masuk ke kawasan tempat tinggal “pu’un” yaitu kepala suku mereka,
dan
dilarang masuk ke “hutan terlarang”.
Setelah bengang-bengong sebentar, saya berlima tias,
Kak Angga, Kak Siti, Kak Nabil jalan-jalan ke sungai.
Yang unik, sungai mereka terbagi menjadi dua bagian,
yaitu bagian laki-laki dan bagian perempuan.
Mereka mandi tidak menggunakan bilik.
Saya sempat
shock pas ngeliat ada ibu-ibu badui yang mandi di sungai tanpa sehelai apapun,
sementara di ujung sana ada cowok. Astaga.
Perempuan-perempuan badui menurut saya cantik-cantik,
untuk ukuran orang pedalaman loh yaaaa..
Pemuda-pemudi badui rata-rata sudah menikah pada usia
15 tahun.
Pernikahan hanya dibolehkan sesama mereka,
badui dalam harus sesama
badui dalam,
badui luar harus sesama badui luar.
Jika badui luar harus menikah
dengan badui dalam,
maka pihak badui dalam harus tinggal di badui luar setelah
mendapat nasehat dari sesama badui dalam.
Tapi, pernikahan yang tidak terjadi
antara mereka sendiri itu sangat jarang terjadi.
Mereka bekerja sebagai peternak dan membuka sawah atau
ladang,
hasil dari pertanian akan mereka disimpan dalam rumah tersendiri.
Rumah masyarakat badui dalam semuanya memiliki bentuk
yang sama.
mereka membangun rumah tanpa menggunakan paku, dan hanya disambung dan diikat menggunakan bambu.
Dulu, mereka belum mengenal uang,
tapi sekarang sudah mengenal uang,
bahkan mereka juga membuat kerajinan tangan yang bisa dijual kepada para
pendatang.
Kehidupan mereka begitu bersahaja.
Karena tidak ada listrik, malam hari di pedalaman
badui sungguh sepi.
Malam hari, saya dan Kak Siti dan Kak Nabil pergi ke
sungai untuk bersih-bersih,
karena malam hari adalah waktu yang paling aman,
walaupun agak serem ya.
Di sungai dekat hutan, baru kali ini saya melihat
cahaya alami dari bulan.
Tidak ada penerangan apapun kecuali dari bulan.
Indah banget.
Nyanyian jangkrik yang begitu ramai didalam hutan.
Dan
ratusan kunang-kunang menari-nari dengan cahayanya yang indah.
Sepanjang perjalanan
ke sungai di malam hari diiringi alunan alat musik tradisional anklung yang
dimainkan di dalam rumah oleh masyarakat badui.
Benar-benar symphony yang
indah.
Masyarakat badui tidak sekolah,
mereka tidak ingin
menjadi pintar,
karena menurut mereka pintar akan membawa dampak yang buruk
bagi dunia nantinya.
Mereka juga dilarang naik segala sesuatu yang
mempunyai mesin.
Kalau mau kemana-mana, mereka jalan kaki, tanpa alas
kaki tentunya.
Mereka pernah ke Jakarta jalan kaki,
menghabiskan
waktu dua hari dan mereka tidak pernah membawa uang.
Malam hari di pedalaman badui sungguh dingin.
Bahkan Kak
Nabil yang udah sering banget naik gunung bilang kalau suhu di pedalaman badui
ini lebih dingin dari suhu gunung yang pernah ia daki.
Malam itu, hidung saya meler, ga bisa nafas saking
dinginnya,
Untuk pertama kalinya dalam hidup,
saya tidur dengan
dengan empat lapis kain tebal.
Baju dalam tebal, baju kaos tebal lengan panjang,
plus
2 lapis jaket tebal, kaos kaki 2 lapis, kepala dilindungi oleh jilbab, kupluk
jaket 2 lapis, bahkan muka yang masih diterpa angin malam saya tutup pake topi.
INI JARANG TERJADI.
Allahuakbar dinginnya. Alamak..
Malam hari di pedalaman badui sungguh terasa panjang,
karena jam 8an semua udah bersiap tidur, karena selain udah capek, jam segitu
udah mati gaya karena ga ada hiburan sama sekali.
Pagi hari di badui sangat hangat, wangi hutan begitu
terasa.
Pagi ini, rombongan bersiap pulang, karena ditargetkan
malamnya harus sudah sampai Jakarta lagi.
Eng in eng…
Ini diaaa. Siapin mental mendaki gunung lewati lembah
lagi..
Kali ini perjalanan melewati badui luar dan lebih
jauh.
Harus jalan kaki sekitar 14 km, dengan trayek menanjak
rata-rata 70 an derajat bahkan ada yang hamper 90 derajat.
Allahuakbar!
Setelah mendaki gunung lewati lembah selama 5 jam
jalan kaki,
akhirnya sampai di Ciboleger,
lalu satu jam menuju rangkas bitung naik
minibus
dan 3 jam menuju Jakarta naik
kereta ekonomi
dan 1 jam menuju depok naik commuterline.
Alhamdulillah selamat.
Selama perjalanan mendaki gunung lewati lembah,
saya
banyak memetik pelajaran.
Dalam hidup, jalan memang penuh dengan tanjakan,
tapi
jika dilalui dengan pelan dan hati-hati,
maka setelah tanjakan pasti akan ada
turunan lalu bertemu dataran lagi.
Begitu seterusnya.
Jika bertemu tanjakan,
janganlah lihat seberapa
tinggi dan panjang tanjakan itu,
hanya menunduk hati-hati dan teruslah
berjalan.
tak jarang saya temui jalanan begitu sempit,
sebelah
kiri dinding bukit dan sebelah kanan jurang besar.
Kita hanya perlu yakin dan hati-hati serta berdoa,
maka jalanan itu pasti bisa kita lewati.
Jika kita gegabah dan pesimis,
maka jalanan sempit itu
akan membuat kita terpeleset
dan bisa-bisa jatuh ke dalam jurang yang besar.
Pemandangan selama mendaki gunung lewati lembah
pedalaman badui begitu indah.
Masyarakat badui senantiasa menjaga alam sekitar
mereka agar tetap terjaga.
 |
Amanat buyut masyarakat suku badui |
Mereka tidak atau mungkin belum terpengaruh
perkembangan dunia luar.
Alam ciptaan Allah sungguh luar biasa. Subhanallah.
Berjalan ke pedalaman badui, saya begitu merasa kecil,
Allah begitu luar biasa menciptakan bumi beserta isinya yang memiliki guna dan
manfaat bagi makhluk hidup didalamnya tanpa terkecuali.
Tapi justru manusia sendiri yang tidak menjaga
lingkungannya.
Diatas langit, masih ada langit, dan dibawah tanah
masih terdapat lapisan tanah lagi.
Maka, nikmat Allah mana yang berani kita dustakan?
berikut beberapa dokumentasi selama Badui Trip
 |
Salah satu track tanjakan | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
|
|
|
|
 |
Salah satu track turunan |
 |
Orang badui (baju putih) |
 |
Foto bersama Komunitas Kompas Khatulistiwa dan orang Badui (baju putih dengan ikat kepala) #BaduiTrip |