pelangi..pelangi...

pelangi..pelangi..
alangkah indahmu..
merah..kuning..hijau..
dilangit yang biruuu...

pelukismu agung...
siapa gerangan...
pelangi..
pelangi..
ciptaan Tuhann...

Jumat, 12 Oktober 2012

Badui Trip #selesai

Sampai di suku badui, 
kami disambut oleh yang punya rumah tempat kami menginap yaitu rumah Kang Alim
 
Masyarakat badui sungguh ramah, 
tapi tidak banyak dari mereka yang bisa berbahasa Indonesia. 
Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Sunda kasar.

Mereka hanya mempunyai dua baju, 
baju putih dan baju hitam yang mereka jahit sendiri. 
Dan mereka tidak boleh menggunakan alas kaki.

Kami dilarang membuang sampah sembarangan, 
dilarang menyalakan segala macam alat digital dan eletronik, 
dilarang menggunakan sabun dan bahan kimia lainnya di lingkungan mereka, terutama di hutan dan di sungai, 
dilarang masuk ke kawasan tempat tinggal “pu’un” yaitu kepala suku mereka, 
dan dilarang masuk ke “hutan terlarang”.

Setelah bengang-bengong sebentar, saya berlima tias, Kak Angga, Kak Siti, Kak Nabil jalan-jalan ke sungai.

Yang unik, sungai mereka terbagi menjadi dua bagian, 
yaitu bagian laki-laki dan bagian perempuan.

Mereka mandi tidak menggunakan bilik. 
Saya sempat shock pas ngeliat ada ibu-ibu badui yang mandi di sungai tanpa sehelai apapun, sementara di ujung sana ada cowok. Astaga.

Perempuan-perempuan badui menurut saya cantik-cantik, 
untuk ukuran orang pedalaman loh yaaaa..

Pemuda-pemudi badui rata-rata sudah menikah pada usia 15 tahun. 
Pernikahan hanya dibolehkan sesama mereka, 
badui dalam harus sesama badui dalam, 
badui luar harus sesama badui luar. 

Jika badui luar harus menikah dengan badui dalam, 
maka pihak badui dalam harus tinggal di badui luar setelah mendapat nasehat dari sesama badui dalam. 
Tapi, pernikahan yang tidak terjadi antara mereka sendiri itu sangat jarang terjadi.

Mereka bekerja sebagai peternak dan membuka sawah atau ladang, 
hasil dari pertanian akan mereka disimpan dalam rumah tersendiri.

Rumah masyarakat badui dalam semuanya memiliki bentuk yang sama. 
mereka membangun rumah tanpa menggunakan paku, dan hanya disambung dan diikat menggunakan bambu.
 
Dulu, mereka belum mengenal uang, 
tapi sekarang sudah mengenal uang, 
bahkan mereka juga membuat kerajinan tangan yang bisa dijual kepada para pendatang.

Kehidupan mereka begitu bersahaja.

Karena tidak ada listrik, malam hari di pedalaman badui sungguh sepi.

Malam hari, saya dan Kak Siti dan Kak Nabil pergi ke sungai untuk bersih-bersih, 
karena malam hari adalah waktu yang paling aman, walaupun agak serem ya.

Di sungai dekat hutan, baru kali ini saya melihat cahaya alami dari bulan.
Tidak ada penerangan apapun kecuali dari bulan. 
Indah banget.
Nyanyian jangkrik yang begitu ramai didalam hutan. 
Dan ratusan kunang-kunang menari-nari dengan cahayanya yang indah. 

Sepanjang perjalanan ke sungai di malam hari diiringi alunan alat musik tradisional anklung yang dimainkan di dalam rumah oleh masyarakat badui. 
Benar-benar symphony yang indah.

Masyarakat badui tidak sekolah, 
mereka tidak ingin menjadi pintar, 
karena menurut mereka pintar akan membawa dampak yang buruk bagi dunia nantinya. 

Mereka juga dilarang naik segala sesuatu yang mempunyai mesin.
Kalau mau kemana-mana, mereka jalan kaki, tanpa alas kaki tentunya.
Mereka pernah ke Jakarta jalan kaki, 
menghabiskan waktu dua hari dan mereka tidak pernah membawa uang.

Malam hari di pedalaman badui sungguh dingin. 
Bahkan Kak Nabil yang udah sering banget naik gunung bilang kalau suhu di pedalaman badui ini lebih dingin dari suhu gunung yang pernah ia daki.

Malam itu, hidung saya meler, ga bisa nafas saking dinginnya,
Untuk pertama kalinya dalam hidup, 
saya tidur dengan dengan empat lapis kain tebal.

Baju dalam tebal, baju kaos tebal lengan panjang, 
plus 2 lapis jaket tebal, kaos kaki 2 lapis, kepala dilindungi oleh jilbab, kupluk jaket 2 lapis, bahkan muka yang masih diterpa angin malam saya tutup pake topi. 
INI JARANG TERJADI.
Allahuakbar dinginnya. Alamak..

Malam hari di pedalaman badui sungguh terasa panjang, 
karena jam 8an semua udah bersiap tidur, karena selain udah capek, jam segitu udah mati gaya karena ga ada hiburan sama sekali.

Pagi hari di badui sangat hangat, wangi hutan begitu terasa.
Pagi ini, rombongan bersiap pulang, karena ditargetkan malamnya harus sudah sampai Jakarta lagi.

Eng in eng…

Ini diaaa. Siapin mental mendaki gunung lewati lembah lagi..
Kali ini perjalanan melewati badui luar dan lebih jauh.
Harus jalan kaki sekitar 14 km, dengan trayek menanjak rata-rata 70 an derajat bahkan ada yang hamper 90 derajat.
Allahuakbar!

Setelah mendaki gunung lewati lembah selama 5 jam jalan kaki, 
akhirnya sampai di Ciboleger, 
lalu satu jam menuju rangkas bitung naik minibus 
dan  3 jam menuju Jakarta naik kereta ekonomi 
dan 1 jam menuju depok naik commuterline.
Alhamdulillah selamat.

Selama perjalanan mendaki gunung lewati lembah, 
saya banyak memetik pelajaran.

Dalam hidup, jalan memang penuh dengan tanjakan, 
tapi jika dilalui dengan pelan dan hati-hati, 
maka setelah tanjakan pasti akan ada turunan lalu bertemu dataran lagi. 
Begitu seterusnya.

Jika bertemu tanjakan, 
janganlah lihat seberapa tinggi dan panjang tanjakan itu, 
hanya menunduk hati-hati dan teruslah berjalan.

tak jarang saya temui jalanan begitu sempit, 
sebelah kiri dinding bukit dan sebelah kanan jurang besar.

Kita hanya perlu yakin dan hati-hati serta berdoa, 
maka jalanan itu pasti bisa kita lewati.
Jika kita gegabah dan pesimis, 
maka jalanan sempit itu akan membuat kita terpeleset 
dan bisa-bisa jatuh ke dalam jurang yang besar.

Pemandangan selama mendaki gunung lewati lembah pedalaman badui begitu indah.
Masyarakat badui senantiasa menjaga alam sekitar mereka agar tetap terjaga. 

Amanat buyut masyarakat suku badui

Mereka tidak atau mungkin belum terpengaruh perkembangan dunia luar.
Alam ciptaan Allah sungguh luar biasa. Subhanallah.

Berjalan ke pedalaman badui, saya begitu merasa kecil, 
Allah begitu luar biasa menciptakan bumi beserta isinya yang memiliki guna dan manfaat bagi makhluk hidup didalamnya tanpa terkecuali.

Tapi justru manusia sendiri yang tidak menjaga lingkungannya.

Diatas langit, masih ada langit, dan dibawah tanah masih terdapat lapisan tanah lagi.
Maka, nikmat Allah mana yang berani kita dustakan?

berikut beberapa dokumentasi selama Badui Trip

Salah satu track tanjakan                                                                  




Salah satu track turunan





























Orang badui (baju putih)
Foto bersama Komunitas Kompas Khatulistiwa dan orang Badui (baju putih dengan ikat kepala) #BaduiTrip
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar